Sabtu, 01 Oktober 2011

Lelahnya Penantian

Pria bermata sipit itu tampak lelah. Hari ini dia sudah berjanji akan bertemu dengan pacarnya yang ada di Bekasi. Jam di dasbor Terios-nya menunjukkan pukul 15.35. Duduknya gelisah di balik kemudi. Pacarnya sudah beebrapa kali menelepon. Menanyakan keberadaannya.

Chung Chan Hung, warga Korea yang memiliki bisnis courier and cargo ini menghela napas berkali-kali. Gerbang tol Bekasi Barat sudah tampak. Namun, ratusan mobil yang berbaris di depannya masih panjang. Macet. Berangkat dari Kamal, Jakarta Barat, sejak pukul 13.00, dia tak kunjung sampai ke tujuan. Padahal, biasanya dia hanya menghabiskan satu jam perjalanan menuju tambatan hatinya itu.

iPhone 4-nya berdering, menampilkan foto seorang gadis muda berjilbab. Tertera di layar sebuah nama : My Evie.

"Sayang, di mana? Aku udah sampe di Cyber Park satu jam yang lalu", suara gadis belia di seberang sana membuka percakapan.

"O.. maaf sayang. Macet sekali. Saya udah sampai toll Bekasi Barat, tapi di sininya tidak bisa keluar. Banyak mobil di depan", jawab pria berambut setengah ikal itu dengan suara baritonnya.

"Ya udah, aku tunggu di toko buku ya. Depan Bumbu Desa. Hati-hati"

Suara gadis yang terpaut usia 15 tahun dengannya itu menutup percakapan di telepon. Chan mendesah lega. Pacarnya tidak marah. Dia mengutuki jalan sepanjang Jakarta-Bekasi yang sangat padat di Sabtu sore tanggal 1 Oktober 2011.

"Mungkin karena hari ini banyak yang gajian, jadi mereka keluar untuk jalan-jalan", pikirnya.

Keluar dari gerbang tol Bekasi Barat, Chan megarahkan mobilnya ke kiri. Melewati Metropolitan Mall Bekasi, menuju mall di sebelahnya. Bekasi Cyber Park lah tujuannya. Tempat kekasihnya menunggu sejak tadi. Pria yang tinggal di Apartemen kawasan Citos ini beberapa kali menggerutu. Jalanan Bekasi yang padat membuatnya semakin tak sabar.

Terios-nya ia pakirkan di parkiran lantai satu. Dari situ, ia tinggal berjalan masuk mall melalui pintu yang di parkiran. Berjalan melewati deretan penjual laptop, handphone, dan berbagai perangkat elektronik lainnya. Ia mengambil arah ke kiri dari pintu masuk tadi, langsung menuju ke Toko Buku Gunung Agung. Matanya langsung mencari-cari sosok gadis yang tadi menelponnya.

Di deretan novel, ia menemukan Evi di sana. Asyik membaca novel karya Mira W, tak sadar dengan kehadiran pria dengan tinggi 175cm yang sudah ada di sampingnya. Toko buku adalah tempat gadis di sampingnya itu menunggunya. Di mall manapun mereka membuat janji untuk bertemu.

Evi terkejut. Pinggangnya ada yang merangkul. Ia hampir marah, tetapi urung. Laki-laki yang ada di sampingnya itu bukan orang asing baginya. Dia lah yang ditunggu-tunggu sejak satu jam yang lalu.

"Ke mana aja??", tangan Evi mencubit perut Chan. Pura-pura marah.

"Maaf, tadi macet sekali. Aigoo.. (Ya ampun -red) kamu marah ya? Capek tunggu?", wajah Asia Timur itu menampilkan penyesalan.

Sambil menghela napas, Evi meletakkan Novel Mira W yang masih dibacanya itu ke rak buku. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, ia langsung berjalan menuju pintu keluar. Chan mengikuti di belakangnya.

"Kamu parkir mobil di mana?", tanya Evi kepada Chan sambil terus berjalan melewati deretan konter HP.

"Di lantai ini juga. Sebelah sana", telunjuk Chan mengarah ke depan. Lurus.

Pintu masuk mall yang ada di tempat parkir memang memudahkan pengunjung. Pasangan berbeda kewarganegaraan itu berjalan melewati deretan mobil di tempat parkir yang cukup gelap dan pengap tersebut. Terios milik Chan terparkir cukup jauh dari pintu masuk mall.

Evi lemas mengikuti langkah Chan yang panjang-panjang. Biasanya, dia yang memiliki tubuh setinggi 150 cm ini bisa mengimbangi langkah kaki kekasihnya. Namun, sore itu dia sedang puasa. Dikarenakan tak makan sahur, maka badannya serasa tak bertenaga lagi di pukul empat sore itu. Dari tempatnya tinggal, Cibitung, ia pergi ke Bekas Cyber Park untuk bertemu Chan. Ia merasa kasihan jika Chan terus menjemputnya ke Cibitung. Terlalu jauh.

Seusai masuk ke mobil, diterpa oleh AC, Evi merasa ngantuk. Chan menggenggam tangannya, masih dengan wajah menyesal.

"Tunggu lama ya? Sorry..", ucapnya sambil mengelus pipi kiri Evi. Wajah oriental berusia 35 tahun itu biasanya tampak muda. Namun, kali ini terlihat lebih tua karena kerutan penyesalan di wajahnya. Ditambah dengan rasa lelah dan stres mengemudi selama lebih dari dua jam.

Evi tak menjawab. Dia langsung menyandarkan kepalanya ke bahu lelaki yang ia sayang itu. Area parkir yang gelap menjadi semakin gelap. Evi tak melihat apa-apa lagi. Matanya telah terpejam. Tidur, karena lelah menunggu. Menunggu pacarnya, menunggu waktu berbuka puasa yang masih kurang dua jam lagi.

0 comments:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More