Senin, 30 Mei 2011

Belajar Mengenal Lelaki

-- Hanya postingan biasa, tapi kalau dijadikan TOR bagus gak ya? *curcol --


Jam 8 malam. Seorang mantan menyapaku lewat YM. "Bleweh". Dia memanggilku.

"Dasar bule sok Jawa". kataku dalam hati.

Dengan malas, ku jawab pesannya. "Opo?". Agak lama, dia kemudian menjawab "Rere mau punya adik".

Rere.. itu adalah nama anaknya. Mama nya sudah meninggal. Dan dia, mantanku, kini mendapat pasangan baru. Seingatku, anaknya itu baru berumur 5 bulan. "Jeni hamil? Atau perempuan lain yang kau hamili?". Begitu pikirku.

"Kamu kapan nyusul, Vi?", dia menanyaiku.

"Belum pengen". Singkat, ku jawab pertanyaannya.

Tak ku sangka, ternyata dia marah. "Kamu ini, orang jelek gayanya selangit. Kayak Miss Indonesia aja".

Loh, loh, kenapa ini? Aku salah ngomong? Belum sempat bertanya, dia kembali berbicara "Sudah waktunya kamu serius, Vi. Kenali pasanganmu. Aku pengen lihat, kapan Evi nikah? Kapan Miss Campus ini dapet pasangan hidup? kalo aku mati, biar anakku yang aku suruh jadi saksi. Seterusnya sampe cucuku nantinya".

Kaget, ku timpali saja ucapannya "maksudnya aku belum pengen nikah atau punya anak. Aku agak terbebani, aku anak pertama. Pengen bantu-bantu orangtua dulu"

"Kamu sombong, Vi. Gak seharusnya kamu bicara begitu. Aku mau telp. Pengen ceramahin kamu"

Huffhhh pasti nanti ceramahnya lama. Aku sudah mengenal wataknya. Tapi oke lah, kalaupun ku tolak, dia pasti tambah cerewet. Maka ku angkat saja ketika dia menelponku.

"Halo, apa kabar?". Sapanya hangat.

"Baik.."

Baru menjawab sepotong, dia langsung nyerocos "Aku gak suka kamu ngomong kayak tadi. Kenapa gak bilang aja 'Oh ya, doain aja ya biar cepet nyusul'. Bukannya malah bilang 'belum pengen'. Sombong kamu, Vi. Inget, kalo tua nanti yang ngincer kamu udah dikit. Sekarang kamu masih muda. Masih banyak yang mau. Jangan sombong, sok gak butuh cowok. Neko-neko aja senengnya".

Jederrrrr!!!! Semua ucapannya seperti meriam yang ditembakkan tepat ke arah jantungku. Sakit! Aku agak membela diri "Aku lagi pengen fokus belajar. Terus kerja, baru mikir nikah"

"Aku tadi kan bilang, kenali pasanganmu dulu Vi. Nanti kalo menikah, kamu pasti tahu dan paham gimana cara memahami pasanganmu. Kamu akan terbiasa dengan laki-laki. Egois, kamu. Kalo kamu terus-terusan pake pola pikir orang gila gitu, liat aja nanti. Jadi perawan tua, kamu!"

Jlebbbbb!!!! kata-katanya menusuk lebih dalam.

"Kalo kamu punya pasangan, kamu bisa berbagi sama dia Vi. Jadi anak pertama bukan musibah, tapi anugerah. Kamu itu bukan penanggung beban keluarga. Kecuali orang tuamu udah gak ada. Kamu itu contoh buat adik-adikmu. Itu aja. lagian adikmu cuma satu aja gayamu udah selangit. Mulailah kenali laki-laki, Vi".

Tersadar, aku hanya diam mendengarkannya bicara seperti itu. Aku tak pernah membantah kata-katanya. Karena dia selalu benar. Sakit, pahit di dengar, tapi rasanya seperti obat bagiku.

"Kangen gak kamu sama aku?". Dia menanyaiku.

"Udah, urus aja ibu dari anakmu. Aku mau tidur". HP ku matikan.

Sedahsyat apapun kata-katanya untuk menyadarkanku, tapi aku telah menutup tembok batas di antara kami. Cukup. Terima kasih banyak, selalu menjadi dokter jiwa ragaku. Dokter jiwa dengan segala tegurannya, dokter raga karena dia memang seorang dokter. Dokter yang tampan dengan mata hijaunya :-P

Oke lah, saatnya belajar memahami pasangan. Disakiti atau tidak, yang penting jalani dulu. Honest love *^-^*

Rabu, 25 Mei 2011

sebuah jalan persahabatan

TOR

Virbie rulli ana
Semester VI
~ Topik : sebuah jalan persahabatan
~ masalah : mereka memiliki gank yang terdiri dari tujuh orang , diantara salah satu dari mereka ada yang bernama ndy( dimana orang ini ingin merusak persahabatannya dengan mengadu dombakan kepada orang lain tentang orang enam ini (uthy,utha,hellu,obet,oyon dan dina ).tidak hanya mengadu dombakan kepada orang-orang tetapi juga di sebarkan lewat facebook ( komunikasi yang sedang banyak digunakan)
~ tokoh : uthy,utha,helly,obet,oyon,ndy,dina.
~ plot : “ kata oyon” udah orang kayak gitu sih ga usah diladenin ntar juga capek sendiri !
“kata obet “ mending di omongin baik-baik dulu aja deh .
“kata utha dan uthy “ sumpah dia gampang banget bilang kayak begitu menjelek2kan kita difb, dia pikir dia paling ok apa??!!??!!
Bisa-bisanya dia meremehkan kita gitu aja!!ergh(sambil kesal)
Apalagi yang oyon tambah benci,ndy menjelek-jelekan nama oyon di facebook.oyon pun ingin meninggalkan persahabatan ini ..
“ yon,dina tau kalau oyon benci ndy,tapi tolong maafin kesalahan dina n teman-teman yang dibuat kita sudah sepakat untuk tidak ikut mencampuri masalah ndy lagi,oyon mau kan kembali sama kita lagi( sambil memegang pundak oyon “.
Setelah beberapa detik oyon pun memberi senyuman kepada sahabat-sahabatnya.dan akhirnya mereka bisa berkumpul kembali tanpa adanya ndy mereka lebih bahagia tanpa adanya pengkhianatan bahka disalah satu mereka ada yang mentraktir makan – makan.
~ kesimpulan : “ persahabatan itu harus dijaga dengan hati yang tulus yang tidak merusak persahabatannya sendiri bukan dengan kepentingan keegoisan dari diri masing-masing”.

Sedikit Pengumuman

Posting + Template blognya sudah saya edit. Tulisannya jadi lebih pendek, agar tidak usah terlalu banyak scroll ke bawah. Kalau ingin membaca suatu postingan hingga selesai, tinggal klik "Read More".

Bagi teman-teman yang ingin agar postingannya bisa dibuat read more, tinggal ketik
< span class="fullpost" > pada bagian yang ingin dipotong, lalu tambahkan < /span > pada akhir posting.

Sekian.. Apabila kurang berkenan dengan tampilan yang sekarang, silahkan teman-teman edit sendiri. Terima kasih :*

(Yati Octa Eviyanti)

Lari pagi Bersama Bolang - edit

Pagi itu terasa sejuk. Tetumbuhan di sekitar Gedung Olahraga (GOR) Kota Bekasipun masih bermandikan embun pagi. Langit terlihat biru tua. Terlihat sejumlah orang berolahraga pagi dengan berlari kecil. Waktu saat itu menunjukkan pukul 06.00 WIB di Hari Minggu, 10 April 2010. Saya juga berada di tempat tersebut untuk maksud yang sama. Berolahraga pagi.

Saat itu saya mengenakan kaos putih, bercelana training abu-abu. Sepatu bermerk adidas dengan warna putih membuat kaki terasa ringan dan lincah. Biar praktis, rambut saya kuncir sementara sehelai handuk kecil berwarna cerah tersampir di bahu. Saat itu saya ditemani oleh Seno, seorang kerabat saya. "Yang penting badan kita sehat, tubuh menjadi bugar," ujarnya pada saya, lirih. Saya tertawa.

Kamipun menelusuri halaman sekitar GOR Bekasi tersebut untuk berlari pagi bersama. Kami memutuskan untuk mengitari jalanan di dekat patung kuda yang ada di sekitar GOR hingga enam kali putaran. Awalnya kami berlari berama-sama, akan tetapi Seno lama-lama tertinggal jauh. Tak mampu mengimbangi ayunan kaki saya yang terus melaju meninggalkannya. Saya yang secepat kancil. Terdengar suara nafas kerabat Saya, “hosh….hosh…hosh..”, kerabat Saya seorang perokok aktif, sehingga untuk berlari sebentar saja sudah tidak kuat melangkahkan kakinya. Kerabat Saya pun bersweater hijau, bercelana basket abu-abu, bersepatu putih, berhanduk putih, dengan paras muka yang sudaj kelelahan, Ia pun berhenti di persimpangan jalan dibawah pohon yang rindang, dan di sekitarnya tampak daun yang berserakan menghiasi jalanan. Ia pun duduk di pinggiran jalan, dengan kaki diluruskan, terlihat menenggak air putih yang jernih. Ketika Saya melewatinya, dan mengajaknya untuk melanjutkan berlari, Ia pun menggelengkan kepalanya, dengan pipi yang menggumpal karena air yang diminumnya, Ia mempersilahkan Saya untuk melanjutkan lari.
Saya pun terus mengelilingi jalanan dihadapan Saya. Pohon demi pohon seakan mengiringi Saya berlari. Putaran demi putaran Saya lewati, pada putaran keempat, Saya melihat sesuatu keanehan di depan Saya, Saya tidak bisa melihat jelas apa yang ada di depan Saya, karena mata Saya yang berminus dua membuat Saya tidak bisa melihat jarak jauh. Sesuatu itu berlari dengan lumayan cepat, dan diiringi dengan suara, “krincing…krincing…krincing…”. Seperti seekor anjing yang memakai kalung di lehernya, namun dengan berusaha Saya lihat bentuknya tidak seperti anjing. Saya pun melaju dengan cepat dengan rasa penasaran ingin mengetahui apa yang tampak di depan.
Saya pun terus melaju, berlari dan menggoes kaki Saya agar bisa mengejar apa yang di depan Saya. Saya pun mencari tahu apa yang Saya lihat. Sampai di persimpangan jalan, Saya melihat kerabat Saya yang masih kelelahan tampak kusut raut mukanya. Saya pun menanyakan padanya , apa yang sebenarnya Saya lihat. Kerabat Saya pun memberi tahu bahwa yang Saya lihat bukanlah seekor anjing melainkan seekor bebek yang berlari bersama tuannya. Kontan Saya terkejut dan penasaran. Saya pun melanjutkan langkah Saya, dengan rasa penasaran Saya berlari dan mengejar seorang bapak tua yang memiliki bebek tersebut.
Dengan nafas yang terengah-engah, “hosh…hosh…hosh…”, saya terus berlari mengejar seekor bebek yang berlari tersebut dengan tuannya. Usaha saya tidak sia-sia. Tampak Saya lihat seorang bapak tua, berkulit hitam, berambut putih, bertelanjang dada, bercelana merah dan tanpa memakai alas kaki berlari. Tampak seekor bebek cokelat, dengan berkalung krincingan di lehernya, terlihat geal-geol ikut berlari mengikuti bapak tua itu. Rasa ingin tahu Saya sudah terjawab, akan tetapi gejolak hati Saya ini masih penasaran tentang seekor bebek coklat yang bisa berlari pagi seperti layaknya seekor anjing yang menemani tuannya kemana saja. Dengan keberanian dan rasa percaya diri yang tinggi, saya pun mengikuti bapak tua itu untuk bisa berlari dengannya dan seekor bebeknya. Saya pun menanyakan perihal tentang bebeknya. Saya seperti seorang wartawan yang sedang bertanya-tanya kepada narasumbernya. Dengan keramahan dan senyumnya yang tulus, Ia pun mau menjawab pertanyaan yang Saya ajukan.
Saya pun berbincang-bincang dengannya sambil berlari bersama bebeknya. Bapak tua itu pun mengaku bernama pak Menan, dan seekor bebek cokelat yang membuat Saya penasaran itu bernama Bolang, seperti nama sebuah acara stasiun televisi yang ditujukkan untuk anak-anak, yaitu si Bolang. Saya pun bertanya-tanya tentang si Bolang kepada pak Menan. Keanehan bebek yang bisa ikut berlari mengikuti tuannya menurut Saya sangat langka, dan Saya seperti melihat durian jatuh dari pohonnya yang menggoda untuk dihampiri. Tidak hanya Saya yang tertarik dengan kegigihan si Bolang berlari, akan tetapi banyak mata memandang kearahnya setiap si Bolang melewati kerumunan orang yang sedang berlari pagi. Saya dan pak Menan pun terus berlari, dengan keringat yang berjatuhan dari rambut kepala hingga melumuri pipinya, pak Menan dengan keramahannya menjawab pertanyaan Saya. Pertanyaan demi pertanyaan Saya ajukan kepada pak Menan tentang si Bolang, seperti proses pendekatan mencari tahu asal-usul kekasih kepada jagonya.Si Bolang pun mengikuti kami berlari di belakang, sesekali Saya mendengar suaranya, “wekk…wekk…wekkk…wekk…wekk”. Yang membuat Saya heran tidak ada tali satu pun yang mngikat di leher si Bolang, hanya terlihat kalung krincingan yang menimbulkan bunyi, “krincing..krincing..krincing” saat tubuhnya bergerak, si Bolang seperti anak yang mengikuti bapaknya kemana pun bapaknya pergi.
Kata demi kata keluar dari mulut pak Menan yang terlihat hitam kecoklatan akibat rokok yang selalu Ia konsumsi tiap harinya. Dengan tergesa-gesa pak Menan pun bercerita kepada Saya, memberitahu bahwa si Bolang sudah terbiasa lari sejak kecil. Perlakuan pak Menan terhadap si Bolang bukan seperti peliharaan kepada tuannya, akan tetapi seperti anak kandung pak Menan. Pak Menan sesekali bercakap dengan si Bolang di tengah-tengah pembicaraan kami. Seakan si Bolang mendengarkan bapaknya berbicara kepadanya. Dulunya pak Menan membeli si Bolang dari tukang burung keliling dengan sepeda dan berkeranjang bambu seharga Rp 5000,00. Si Bolang merupakan bebek cokelat berkelamin jantan. Tadinya si Bolang memiliki dua saudara, akan tetapi karena dua saudaranya sakit, kemudian keduanya mati meninggalkan si Bolang sendirian. Dibenak Saya terpikir mungkin karena si Bolang sering lari pagi makanya Ia lebih sehat dari saudara bebek lainnya dan dapat bertahan hidup lebih lama. Ini yang harus dicontohkan kepada kita bahwa olahraga itu penting untuk kesehatan tubuh. Pak Menan bilang si Bolang biasanya berlari sampai empat kali putaran.
Sesudah berputar empat kali, pak Menan pun berpamitan kepada Saya untuk kembali kerumah seperti biasanya, pak Menan pun berbelok ke kanan, melewati genangan-genangan air yang berada di tanah, tampak daun berserakan di bawahnya, dengan pohon-pohon rindang seakan menyambut kepulangannya, pak Menan melewati jalanan, terlihat mata Saya ada sebuah mesjid bercat putihm dengan khubah perak. Pak Menan tinggal dibelakang mesjid Gor Bekasi. Jadi berlari pagi sudah menjadi aktivitas rutin bagi pak Menan dan si Bolang untuk melemaskan otot-otot yang menegang dari aktivitas rutinnya sehari-hari. Saya pun melaju lari kembali dengan muka Saya dan tubuh Saya yang sudah bermandikan keringat sehingga baju Saya basah seperti disemprotkan dengan selanga air rusak. Ketika Saya merasa kelelahan dan nafas Saya terengah-engah, Saya pun berhenti berlari dan menghampiri kerabat Saya yang sudah menunggu di persimpangan jalan. Saya pun duduk bersama kerabat Saya di bawah pohon rindang dengan beratap pepohonan, terasa kesejukan dan angin yang semilir menyejukan Saya. Saya pun melepas lelah dan menuangkan air jernih ke mulut Saya dari botol yang telah berisi air jernih, walaupun merasa lelah tapi perasaan Saya sangat senang.
Menurut Saya ini suatu hal yang unik dan langka dari biasanya, yang Saya tahu bebek hanya berenang-renang di air, akan tetapi si Boalng 1:1000 dari bebek-bebek yang selalu kita lihat yang berlari pagi. Saya mengacungi seribu jempol buat pak Menan yang bisa membuat bebeknya, si Bolang, mempunyai kebiasaan lari pagi. Kalau kata pak presiden kita, “Lanjutkan!,”, sedikit mengutip kata-kata pak presiden, Saya ingin berkata, “Lanjutkan buat pak Menan dan si Bolang!”.
Buat teman-teman atau pak Sam yang ingin melihat si Bolang denga warna cokelatnya, bisa datang ke Gor Bekasi untuk berlari pagi. “Wah...bisa bisa si Bolang jadi idola baru yang bikin heboh dengan kebiasaannya”, kata Saya.
Demikian yang bisa Saya laporkan, dengan Chill di Bekasi. Kurang lebihnya, “Aye muun maap yee”, Ucap Saya dalam logat Betawi.
Choerunnisa
41182037090018
Ilmu Komunikasi
choerunnisa10@yahoo.com

Selasa, 24 Mei 2011

Beberapa contoh karya Jurnalistik Sastra

Berikut beberapa naskah untuk anda baca mengenai contoh penulisan Jurnalistik Sastra karya Iwan Samariansyah. Semoga bermanfaat.

Pertama,
http://isandri.blogspot.com/2008/08/eksotisme-negeri-di-awan.html


Kedua,
http://isandri.blogspot.com/2008/09/mitos-dan-misteri-harta-karun-voc.html

Selamat membaca.

Senin, 09 Mei 2011

Sudah Jatuh, Tertimpa Tangga


Hari itu Selasa, 12 April 2011, saat itu aku telah siap berangkat kuliah di kampusku. Kampus ku Bernama Unisma, singkatan dari Universitas Islam 45 yang bertempat di JL. Cut Meutia, Bekasi Timur.

Aku masuk unisma pada tahun ajaran 2009, dan di Unisma aku mengambil jurusan Ilmu Komunikasi S1.

Hari itu selasa, 12 April 2011, aku berangkat pukul 09:00 pagi karena aku akan mempresentasikan tugas mata kuliah Komunikasi Massa pada pukul 10:00 bersama teman kampus ku Arisanto.

Arisanto adalah seorang pria berumur 19 tahun yang tinggal di Cimuning, kota Bekasi. Ia sering menggunakan kacamata yang agak besar dan memiliki rambut khas yang kriwil, tapi memang saat itu dia sudah potong rambut, jadi tidak berambut kriwil lagi, tingginya 165 cm dengan berat badan 54 kg.

Aku pun siap melajukan Si Jupe (motor JupiterZ ku yang berwarna hijau cerah, bak warna tabung gas 3kg) sebelum berangkat aku berpamitan dahulu dengan ibundaku tersayang sambil mencium tangannya yang penuh dengan kasih sayang, seraya memberi uang jajan berwarna hijau padaku senilai dua puluh ribu rupiah. Aku pun mulai melaju dengan Si Jupe ku tersayang, karena aku ingin mengejar waktu untuk presentasi. Aku pun menancap gas hingga 60 km/jam agar tidak telat presentasi karena aku dan Ari kelompok pertama yang akan maju.

Saat 15 menit perjalanan, aku merasa klakson motor ku suaranya redup. “teeett..teett” klakson meneriakkan suara terakhirnya lalu ku tekan-tekan terus dan malah makin tak ada suaranya, lalu aku  pun memberhentikan sepeda motor ku itu di pinggir jalan daerah pangkalan 5 dekat TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang lumayan tercium aroma sampah-sampah yang sangat tidak sedap. Dengan perlahan saya pun berhenti, dan menekan2 klakson terus, tetapi tetap saja tidak menyala, lalu saya pun lupakan masalah klakson itu, dan langsung menstarter motor ku itu untuk melanjutkan sisa perjalananku yang  masih 30 menit lagi. Tapi aku masih penasaran dengan motor ku ini, lalu ku hentikan sejenak motor ku, dan ku nyalakan ulang starternya, tapi seketika wajah ceria ku pun langsung berganti dengan wajah panik, karena saat di starter motor ku tidak  bisa menyala hanya ada bunyi “Cssstt” dan setelah itu tidak bisa distarter lagi. Akhirnya ku dorong  sepeda motor ku itu dengan tertatih-tatih karena lumayan berat, apalagi saat mendorong di jalanan yang menanjak.

Para pengendara motor berlalu-lalang dihadapanku, dan hanya melihati aku yang sedang susah payah mendorong sepeda motor itu, dan ada pula sopir angkot genit yang lewat sambil menggoda ku dengan berkata “haaii Neng...!”, seraya mengedip-ngedipkan matanya. Sontak, Aku malah jadi bertambah dongkol karena saat aku sedang susah, masih saja digoda seperti itu, bukannya membantu. Aku terus menelusuri jalan sembari menoleh ke kanan dan ke kiri untuk menerawang  keberadaan bengkel agar Si Jupe ku cepat sembuh dan bisa melaju ke kampus lagi.  Keringatku bercucuran membasahi muka ku yang tertutup oleh helm full face.

Akhirnya ku temukan juga bengkel motor. Disana tampak 2 orang pria pekerja bengkel sedang asik men-steam motor, 2 orang bapak-bapak pemilik motor yang sedang menunggu motor dicuci sambil duduk dan minum kopi, dan juga seorang ibu pemilik warung disebelah bengkel tersebut.

Aku pun  berhenti, “permisi.. saya mau servis motor saya, soalnya moror saya mati mendadak nih..” Lalu pria pencuci motor yang satu berkata “wah.. montirnya lagi pergi neng, tunggu aja!”.
“Wah, lama gak yah bang? Soalnya saya mau buru-buru ke kampus nih!” kata ku. Lalu si pria tadi menjawab “wah.. gak tahu juga neng, mungkin sebentar lagi kali, soalnya udah lumayan lama juga, dia lagi ke warung”.
“Oh, begitu yah bang.., makasih..”

Aku pun duduk bersandar dibangku yang terbuat dari bambu yang di taruh di bawah pohon. Sambil meng-SMS pacar ku untuk sekedar memberi  kabar tentang mogoknya motorku. Sambil menunggu balasan SMS, ku tekan saja nomor telepon ibu saya, dan langsung menelponnya. Tattitituttatittut “Halo..” Terdengar dari suara hanpdone ku. Lalu ku jawab “Halo.., Mamah..! Motor Rika mogok ni, mah..” sambil merengek manja pada ibu ku karena aku panik.
 “mogok dimana?” kata  ibu ku.
“Mogok di deket pangkalan 5 mah, yang banyak bukit sampahnya”.
ibu bilang “ Ya udah, pulang aja.. gak usah masuk kuliah dulu.”
Aku bilang “lagi di bengkel kok, mah.. tapi montirnya lagi gak ada, lagi pergi dulu katanya. Eh tapi udah datang tuh mah montirnya, yaudah Rika mau samperin montirnya dulu yah, mah.. Assalamu alaikum..”.
 “Iya, hati-hati yah nanti. Walaikum salam..”. Jawab ibuku dibalik telepon.

Lalu ku tutup telp ibuku lalu ku datangi montirnya. Tampak seorang montir dengan wajah hitam manis, tapi tidak tampan dengan rambut hitam yang agak bergelombang.
“Bang, motor saya mati nih.. kenapa yah?”, kataku. Lalu si abang montir menyelah motor ku, dan waaaaahhh, ternyata motor saya dapat menyala, dan tidak rusak. Hahaha aku menjadi malu, karena ternyata motorku bisa menyala hanya dengan diselah, karena kata si montir, motorku kehabisan air aki.

“Wah, ini sih akinya habis, mesti ganti!” seraya membuka penutup aki di bagian sebelah kanan body motor ku.

“wahh kalau ganti bisa mahal nih, mending nanti aja deh sama si Ayah aja di gantinya, soalnya kalau sekarang gak ada duit”. Batinku.

“Wah.. tapi gak mesti ganti sekaranag kan bang? Dan masih bisa nyala, kan?”

“iya bisa, neng.. tetep nyala kok”.

“Oh, kalau gitu makasih yah, bang.. saya gak jadi servis deh soalnya mau buru”.

“Iya neng gak apa-apa”.

“Huuhh.. syukur alhamdulillah deh kalau gak apa-apa” batin ku.

Kutancap gas untuk melanjutkan perjalanan lagi dengan kecepatan 60 km/jam, sambil bernyanyi dan mengangguk-anggukan kepala mengikuti lagu house remix yang aku dengarkan melalui headset. 20 menit kemudian perjalanan daerah Kemang, Bekasi  macet karena banyak mobil-mobil besar yang lewat daerah itu. Aku sempat kaget saat melihat ada Dishub yang memakai jaket dinas berwarna orange. Tapi dalam hatiku berkata

“Ah, ngapain juga takut.. polisi itu kan Cuma nilang mobil-mobil truk doang, emangnya gue naik truk, apa.. kok takut gini sih..! santai aja, ah..”

Dibalik kemacetan itu terlihat hal yang benar-benar aku takuti, tampak 7 orang polisi  memakai jaket dinas berwarna hijau muda yang sedang razia. Aku pun panik, seorang polisi mendatangi aku yang sedang mengendarai sepeda motor, dan ingin memegang kepala motor ku agar berhenti. Lalu ku tancap gas untuk mengelak tangkapan polisi itu, dan akhirnya aku bisa menerobos dan lolos dari tangkapan polisi itu. Tapi ada perasaan takut dan bersalah dihati ku, aku takut aku dan Jupe di kejar oleh para polisi tadi. Setelah lolos, ternyata 10 meter dari tempat razia tadi, ada razia juga. Mungkin untuk menyaring motor-motor yang berhasil lolos dari tilangan tempat pertama. Aku pun tak bisa mengekelak lagi, dan karena perasaan bersalah aku pun menghentikan perjalananku dan menepi di tempat razia.
Seorang polisi  menghampiriku sambil berkata “STNK ada?”.

“ ada pak..”

“ KTP sama SIM juga ada?”. Dengan to the point, tapi sambil senyum-senyum.

Lalu saya sedikit berbohong agar kesalahan ku tidak banyak “KTP ada, tapi kalau SIM saya belum punya pak, soalnya saya baru-baru ini naik motor sendiri”.

“wahh.. kamu ini masa sudah besar nggak punya SIM sih, yaudah mana STNK nya?”.

Ku ambil STNK ku di dalam dompet favorite ku yang berwarna coklat, dan mengambil STNK dan KTP ku.

Lalu si pak polisi itu berjalan ke arah polisi yang lain, dan memberikan STNK beserta SIM ku kepada polisi lainnya yang sedang sibuk mencatat surat tilang. Para korban tilang pun antri untuk menerima surat tilang, dan adapula yang bernegosiasi dengan pak polisi sambil memberikan uang agar tidak jadi ditilang.

Setelah beberapa lama melayani para korban tilang akhirnya tiba saatnya aku untuk bernegosiasi dengan polisi itu. “Ini kesalahannya apa?” tanya pak polisi.
“gak ada SIM pak..” kataku
“Oh, terus gimana? Mau tilang atau saya bantu?” dengan to the poin nya pak polisi itu bicara. Lalu polisi itu mengeluarkan surat tilang, lalu menunjukkannya padaku.
“Nihh, kalau mau tilang nanti kamu sidang aja, biayanya segini kalau kesalahannya nggak punya SIM” sambil menunjuk tulisan Rp 1000.000,-
Aku pun kaget bercampur bingung sebab ini adalah tilang ku yang perdana.
“Yahh, pak.. jangan ditilang donk, pak.. saya kan baru naik motor, jadi belum buat SIM” dengan nada memelas, berharap agar polisi itu iba dan menurunkan harga atau pun meloloskan aku.

Pak polisi menyuruh aku mendekatkan kepala ku dengan kepalanya agar negosiasinya tidak terlihat dan terdengan oleh orang-orang.
“Hey, kamu nya kesinian dong, saya nggak dengar ini soalnya pakai helm” sambil menunjuk helm yang ia kenakan.
Huuuhhh alasan saja, bilang saja tidak ingin ketahuan orang lain saat disuap.
“Kalau mau saya bantu, kamu cukup bayar lima puluh persennya saja” kata polisi itu.
Jantungku merasa seperti mau meledak mendengar kata-kata itu.
“Haahh.. bayar lima ratus ribu, gitu pak?”.
Polisi itu malah marah “ kok lima ratus ribu, sih? Ini loh.. segini.. 50 persen dari yang ini: sambil menunjuk nominal uang seratus ribu rupiah.
“oohh maksud bapak, yang ini.. yang seratus ribu? Lima puluh persen dari seratus ribu, berarti lima puluh ribu, donk maksud bapak?” goda ku.
“iya segitu, tapi kalau kamu nggak mau juga gak apa-apa, kamu saya tilang aja, terus kamu tinggal hadir dalam sidang”.
“Yaahh jangan donk pak, kalau bisa tolong dikurangi dong pak.. saya kan anak kuliah pak, belum kerja, belum punya uang sendiri”.
“Yaahh justru itu karna kamu cewek, saya kasihan, makanya saya mau bantu kamu, makanya saya kurangi. Kalau saya nggak kasiahn juga ngapain saya bantu. Sambil melotot layaknya harimau ingin menerkam mangsa.
“yahh, tiga puluh ribu aja dong, pak..”
“ya udah kamu saya kasih surat tilang aja deh, dibantu juga gak mau!” dengan tampang cemberut.
“Oke, oke deh pak.. ya udah saya bayar lima puluh ribu”.
Aku keluarkan uang senilai lima puluh ribu sambil ku sodori di tangan ku tanpa sembunyi-sembunyi layaknya orang berjabat tangan.
Polisi itu pun marah-marah “kamu ini..!!! maksudnya apa kamu ngasih uang ke saya kaya gitu, di pamer-pamer? Kamu mau semua orang dijalan lihat kamu ngasih duit ke saya?”
Rasain lu, gue malu-maluin di depan umum. Rese banget sih pake nilang-nilang gue segala.
“Ih, nggak kok pak.. saya gak ada maksud kaya gitu. Lagian juga orang- orang dijalan gak ada yag liat, terus juga  orang yang di belakang bapak juga pasti udah ngerti lah. Dia juga pasti kaya gini” sambil menunjuk korban tilang yg lain.
“Ya sudah, mana?”
Aku pun mempasrahkan uangku untuk polisi itu. “ini pak, maaf”
Polisi itu pun memasukan uang ke saku baju dinasnya, dan mengembalikan STNK dan KTP ku.
Aku menghampiri motor ku dan menyalakan mesin dengan starter.  Sialnya lagi motor ku tak dapat menyala. Aku selah, tapi aku tak kuasa menyelahnya karena energi ku sudah terkuras saat mendorong motor, dan saat berkelit dengan polisi-polisi jalan yang menyebalkan.

“Pak, bisa minta tolong gak, selahin motor saya?” tanya ku pada warga yang sedang duduk di warung pinggir jalan yang sedang melihat aksi para polisi-polisi dalam menangkap mangsanya.
Lalu salah satu bapak-bapak membantu menyelah motor ku, dan motor ku pun menyala.

“ Makasih yah pak..” ucap ku pada bapak itu

“iya, neng.. sama-sama.. hati-hati yah, neng”

“iya pak” jawabku.

Kuteruskan perjalanan yang melelahkan sekaligus menyebalkan itu, hingga akhirnya aku sampai ke kampus ku. Lalu aku parkir motor, dan langsung berlari ke gedung C.102. untungnya dosen ku tidak marah karena aku telat presentasi, tapi malah iba setelah mendengar alasan ku mengapa aku bisa telat datang.
Aku dan temanku pun mulai mempresentasikan tugas komunikasi massa.

Selesai

Rika Gustina
41182037090008

Rabu, 04 Mei 2011

Pemancingan Pribadi di Ciawi


Kejadiannya saat 1 hari sesudah natal, tepatnya tanggal 26 Desember 2008.

Pagi itu cuaca sangat cerah, saya bersiap-siap untuk melakukan perjalanan bersama bos saya, bapak Joni, beserta asistennya, saudara Ivan. Sebelumnya saya ingin memperkenalkan terlebih dahulu siapa itu bapak Joni dan saudara Ivan.

Bapak Joni adalah seorang pengusaha gas elpiji pertamina, beliau berperan sebagai distributor resmi dari Pertamina, sekaligus pemilik agen gas elpiji dengan nama "AGEN DITA AYU", gudang beliau terletak didaerah Setu Bekasi. Sedangkan Ivan adalah asisten beliau, yang bertugas membantu segala kegiatan beliau di lapangan maupun di rumah, dia juga merupakan kawan karib saya. Sejak bulan Agustus 2008 hingga April 2009, saya bekerja sebagai Arsitek di gudang elpiji milik bapak Joni, bisa dibilang selama 1 tahun, hubungan saya dengan bapak Joni beserta karyawan-karyawannya terjalin cukup baik, bahkan hingga detik ini, silaturahmi kami tetap berjalan.

Kembali lagi ke topik bahasan, sejak 1 hari sebelumnya, kami bertiga sudah memiliki rencana untuk silaturahmi ke rumah rekan bisnis beliau yang terletak di daerah Ciawi, yang biasa dipanggil dengan sebutan bapak RS. Secara pribadi, saya juga kurang mengenal sosok dari bapak RS, yang saya tahu, beliau orang yang cukup disegani didunia bisnis elpiji.

Selain kami bertiga, karyawan-karyawan bapak Joni di gudang Setu juga rencananya akan berangkat ke sana, dan kami sudah janjian untuk bertemu di SPBU tol Jakarta-Ciawi. Dari kelompok gudang, cukup banyak karyawan bapak Joni yang ikut, dipimpin sang kepala gudang, bapak Kesi, kemudian bapak Lopi, bang Kawas, Berton, Ndit, Kantong, bang Madan, dan Aden.

Singkatnya, kami pun tiba di rumah kediaman bapak RS, kami mendapat sambutan yang cukup hangat dari beliau dan keluarga. Dari cerita-cerita, saya mendapat kesimpulan kalau para pengusaha ini dulunya adalah pribadi-pribadi yang tangguh, mereka memulai usaha mereka benar-benar dari nol, pahit getirnya kehidupan sudah mereka alami, banyak pelajaran-pelajaran tentang hidup, khususnya tentang dunia usaha yang bisa saya ambil dari mereka.

Setelah santap siang, dan bersenda gurau, kami semua diajak oleh bapak RS untuk melihat kolam pemancingan ikan pribadi beliau. Kolamnya cukup luas, letaknya juga berada diatas perkampungan, jadi sirkulasi air kolam tertata cukup baik. Ada sekitar 3-4 kolam yang dimiliki oleh beliau, tapi yang paling bagus yang letaknya paling atas, disana terdapat pintu dan pagar besi yang mengelilingi, juga ada pendopo untuk istirahat, dan ada jembatan beratap ditengah-tengah kolam, yang berfungsi sebagai penghubung kolam, sekaligus sebagai tempat memancing.

Kami semua langsung mengeluarkan alat pancing, dan mulai memancing ikan Mas dan ikan Gurame yang terdapat didalamnya. Tidak terasa sudah hampir 4 jam kami memancing, dan hari juga sudah mulai gelap, kami pun memutuskan untuk menyudahi kegiatan kami hari ini, dan berniat untuk pamit pulang. Hasil pancingan kami cukup banyak, 3 karung ikan, dengan bobot kurang lebih 2 kwintal. Kami sangat senang sekali hari ini, saya yang kurang suka memancing, karena menurut saya membosankan, hari ini sangat antusias mengikuti kegiatan memancing kali ini.

Pengalaman itu tidak akan pernah saya lupakan, saat-saat paling membahagiakan karena kami semua merasa seperti bersaudara. Saat hendak pamit, kami mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada bapak RS dan keluarga, beliau benar-benar menyambut kami dengan sangat baik, memberikan kesempatan kami untuk memancing, dan membawa pulang ikan-ikannya. Bahkan beliau seperti tidak rela saat kami hendak pulang, dan meminta kami untuk menginap di rumahnya. Dengan halus kami menolak, karena tidak enak kalau terlalu lama merepotkan beliau.

Kami semua pulang dengan hati senang, hujan rintik-rintik yang menemani sepanjang perjalanan, seakan tidak mampu menyembunyikan binar kecerahan di wajah kami. Di jalan tol Jakarta-Ciawi kami berpisah arah, saya, Ivan, dan bapak Joni menuju arah Bekasi, sedangkan bapak Kesi dan yang lain menuju arah Cileungsi. Malam semakin larut, dan kami semua menuju rumah masing-masing dengan tubuh letih dicampur perasaan yang gembira.

Wassalam.

Nama : Agus Supriyanto
NIM : 41182037090021
Ilmu Komunikasi


 

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More