Rabu, 25 Mei 2011

Lari pagi Bersama Bolang - edit

Pagi itu terasa sejuk. Tetumbuhan di sekitar Gedung Olahraga (GOR) Kota Bekasipun masih bermandikan embun pagi. Langit terlihat biru tua. Terlihat sejumlah orang berolahraga pagi dengan berlari kecil. Waktu saat itu menunjukkan pukul 06.00 WIB di Hari Minggu, 10 April 2010. Saya juga berada di tempat tersebut untuk maksud yang sama. Berolahraga pagi.

Saat itu saya mengenakan kaos putih, bercelana training abu-abu. Sepatu bermerk adidas dengan warna putih membuat kaki terasa ringan dan lincah. Biar praktis, rambut saya kuncir sementara sehelai handuk kecil berwarna cerah tersampir di bahu. Saat itu saya ditemani oleh Seno, seorang kerabat saya. "Yang penting badan kita sehat, tubuh menjadi bugar," ujarnya pada saya, lirih. Saya tertawa.

Kamipun menelusuri halaman sekitar GOR Bekasi tersebut untuk berlari pagi bersama. Kami memutuskan untuk mengitari jalanan di dekat patung kuda yang ada di sekitar GOR hingga enam kali putaran. Awalnya kami berlari berama-sama, akan tetapi Seno lama-lama tertinggal jauh. Tak mampu mengimbangi ayunan kaki saya yang terus melaju meninggalkannya. Saya yang secepat kancil. Terdengar suara nafas kerabat Saya, “hosh….hosh…hosh..”, kerabat Saya seorang perokok aktif, sehingga untuk berlari sebentar saja sudah tidak kuat melangkahkan kakinya. Kerabat Saya pun bersweater hijau, bercelana basket abu-abu, bersepatu putih, berhanduk putih, dengan paras muka yang sudaj kelelahan, Ia pun berhenti di persimpangan jalan dibawah pohon yang rindang, dan di sekitarnya tampak daun yang berserakan menghiasi jalanan. Ia pun duduk di pinggiran jalan, dengan kaki diluruskan, terlihat menenggak air putih yang jernih. Ketika Saya melewatinya, dan mengajaknya untuk melanjutkan berlari, Ia pun menggelengkan kepalanya, dengan pipi yang menggumpal karena air yang diminumnya, Ia mempersilahkan Saya untuk melanjutkan lari.
Saya pun terus mengelilingi jalanan dihadapan Saya. Pohon demi pohon seakan mengiringi Saya berlari. Putaran demi putaran Saya lewati, pada putaran keempat, Saya melihat sesuatu keanehan di depan Saya, Saya tidak bisa melihat jelas apa yang ada di depan Saya, karena mata Saya yang berminus dua membuat Saya tidak bisa melihat jarak jauh. Sesuatu itu berlari dengan lumayan cepat, dan diiringi dengan suara, “krincing…krincing…krincing…”. Seperti seekor anjing yang memakai kalung di lehernya, namun dengan berusaha Saya lihat bentuknya tidak seperti anjing. Saya pun melaju dengan cepat dengan rasa penasaran ingin mengetahui apa yang tampak di depan.
Saya pun terus melaju, berlari dan menggoes kaki Saya agar bisa mengejar apa yang di depan Saya. Saya pun mencari tahu apa yang Saya lihat. Sampai di persimpangan jalan, Saya melihat kerabat Saya yang masih kelelahan tampak kusut raut mukanya. Saya pun menanyakan padanya , apa yang sebenarnya Saya lihat. Kerabat Saya pun memberi tahu bahwa yang Saya lihat bukanlah seekor anjing melainkan seekor bebek yang berlari bersama tuannya. Kontan Saya terkejut dan penasaran. Saya pun melanjutkan langkah Saya, dengan rasa penasaran Saya berlari dan mengejar seorang bapak tua yang memiliki bebek tersebut.
Dengan nafas yang terengah-engah, “hosh…hosh…hosh…”, saya terus berlari mengejar seekor bebek yang berlari tersebut dengan tuannya. Usaha saya tidak sia-sia. Tampak Saya lihat seorang bapak tua, berkulit hitam, berambut putih, bertelanjang dada, bercelana merah dan tanpa memakai alas kaki berlari. Tampak seekor bebek cokelat, dengan berkalung krincingan di lehernya, terlihat geal-geol ikut berlari mengikuti bapak tua itu. Rasa ingin tahu Saya sudah terjawab, akan tetapi gejolak hati Saya ini masih penasaran tentang seekor bebek coklat yang bisa berlari pagi seperti layaknya seekor anjing yang menemani tuannya kemana saja. Dengan keberanian dan rasa percaya diri yang tinggi, saya pun mengikuti bapak tua itu untuk bisa berlari dengannya dan seekor bebeknya. Saya pun menanyakan perihal tentang bebeknya. Saya seperti seorang wartawan yang sedang bertanya-tanya kepada narasumbernya. Dengan keramahan dan senyumnya yang tulus, Ia pun mau menjawab pertanyaan yang Saya ajukan.
Saya pun berbincang-bincang dengannya sambil berlari bersama bebeknya. Bapak tua itu pun mengaku bernama pak Menan, dan seekor bebek cokelat yang membuat Saya penasaran itu bernama Bolang, seperti nama sebuah acara stasiun televisi yang ditujukkan untuk anak-anak, yaitu si Bolang. Saya pun bertanya-tanya tentang si Bolang kepada pak Menan. Keanehan bebek yang bisa ikut berlari mengikuti tuannya menurut Saya sangat langka, dan Saya seperti melihat durian jatuh dari pohonnya yang menggoda untuk dihampiri. Tidak hanya Saya yang tertarik dengan kegigihan si Bolang berlari, akan tetapi banyak mata memandang kearahnya setiap si Bolang melewati kerumunan orang yang sedang berlari pagi. Saya dan pak Menan pun terus berlari, dengan keringat yang berjatuhan dari rambut kepala hingga melumuri pipinya, pak Menan dengan keramahannya menjawab pertanyaan Saya. Pertanyaan demi pertanyaan Saya ajukan kepada pak Menan tentang si Bolang, seperti proses pendekatan mencari tahu asal-usul kekasih kepada jagonya.Si Bolang pun mengikuti kami berlari di belakang, sesekali Saya mendengar suaranya, “wekk…wekk…wekkk…wekk…wekk”. Yang membuat Saya heran tidak ada tali satu pun yang mngikat di leher si Bolang, hanya terlihat kalung krincingan yang menimbulkan bunyi, “krincing..krincing..krincing” saat tubuhnya bergerak, si Bolang seperti anak yang mengikuti bapaknya kemana pun bapaknya pergi.
Kata demi kata keluar dari mulut pak Menan yang terlihat hitam kecoklatan akibat rokok yang selalu Ia konsumsi tiap harinya. Dengan tergesa-gesa pak Menan pun bercerita kepada Saya, memberitahu bahwa si Bolang sudah terbiasa lari sejak kecil. Perlakuan pak Menan terhadap si Bolang bukan seperti peliharaan kepada tuannya, akan tetapi seperti anak kandung pak Menan. Pak Menan sesekali bercakap dengan si Bolang di tengah-tengah pembicaraan kami. Seakan si Bolang mendengarkan bapaknya berbicara kepadanya. Dulunya pak Menan membeli si Bolang dari tukang burung keliling dengan sepeda dan berkeranjang bambu seharga Rp 5000,00. Si Bolang merupakan bebek cokelat berkelamin jantan. Tadinya si Bolang memiliki dua saudara, akan tetapi karena dua saudaranya sakit, kemudian keduanya mati meninggalkan si Bolang sendirian. Dibenak Saya terpikir mungkin karena si Bolang sering lari pagi makanya Ia lebih sehat dari saudara bebek lainnya dan dapat bertahan hidup lebih lama. Ini yang harus dicontohkan kepada kita bahwa olahraga itu penting untuk kesehatan tubuh. Pak Menan bilang si Bolang biasanya berlari sampai empat kali putaran.
Sesudah berputar empat kali, pak Menan pun berpamitan kepada Saya untuk kembali kerumah seperti biasanya, pak Menan pun berbelok ke kanan, melewati genangan-genangan air yang berada di tanah, tampak daun berserakan di bawahnya, dengan pohon-pohon rindang seakan menyambut kepulangannya, pak Menan melewati jalanan, terlihat mata Saya ada sebuah mesjid bercat putihm dengan khubah perak. Pak Menan tinggal dibelakang mesjid Gor Bekasi. Jadi berlari pagi sudah menjadi aktivitas rutin bagi pak Menan dan si Bolang untuk melemaskan otot-otot yang menegang dari aktivitas rutinnya sehari-hari. Saya pun melaju lari kembali dengan muka Saya dan tubuh Saya yang sudah bermandikan keringat sehingga baju Saya basah seperti disemprotkan dengan selanga air rusak. Ketika Saya merasa kelelahan dan nafas Saya terengah-engah, Saya pun berhenti berlari dan menghampiri kerabat Saya yang sudah menunggu di persimpangan jalan. Saya pun duduk bersama kerabat Saya di bawah pohon rindang dengan beratap pepohonan, terasa kesejukan dan angin yang semilir menyejukan Saya. Saya pun melepas lelah dan menuangkan air jernih ke mulut Saya dari botol yang telah berisi air jernih, walaupun merasa lelah tapi perasaan Saya sangat senang.
Menurut Saya ini suatu hal yang unik dan langka dari biasanya, yang Saya tahu bebek hanya berenang-renang di air, akan tetapi si Boalng 1:1000 dari bebek-bebek yang selalu kita lihat yang berlari pagi. Saya mengacungi seribu jempol buat pak Menan yang bisa membuat bebeknya, si Bolang, mempunyai kebiasaan lari pagi. Kalau kata pak presiden kita, “Lanjutkan!,”, sedikit mengutip kata-kata pak presiden, Saya ingin berkata, “Lanjutkan buat pak Menan dan si Bolang!”.
Buat teman-teman atau pak Sam yang ingin melihat si Bolang denga warna cokelatnya, bisa datang ke Gor Bekasi untuk berlari pagi. “Wah...bisa bisa si Bolang jadi idola baru yang bikin heboh dengan kebiasaannya”, kata Saya.
Demikian yang bisa Saya laporkan, dengan Chill di Bekasi. Kurang lebihnya, “Aye muun maap yee”, Ucap Saya dalam logat Betawi.
Choerunnisa
41182037090018
Ilmu Komunikasi
choerunnisa10@yahoo.com

0 comments:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More