Senin, 09 Mei 2011

Sudah Jatuh, Tertimpa Tangga


Hari itu Selasa, 12 April 2011, saat itu aku telah siap berangkat kuliah di kampusku. Kampus ku Bernama Unisma, singkatan dari Universitas Islam 45 yang bertempat di JL. Cut Meutia, Bekasi Timur.

Aku masuk unisma pada tahun ajaran 2009, dan di Unisma aku mengambil jurusan Ilmu Komunikasi S1.

Hari itu selasa, 12 April 2011, aku berangkat pukul 09:00 pagi karena aku akan mempresentasikan tugas mata kuliah Komunikasi Massa pada pukul 10:00 bersama teman kampus ku Arisanto.

Arisanto adalah seorang pria berumur 19 tahun yang tinggal di Cimuning, kota Bekasi. Ia sering menggunakan kacamata yang agak besar dan memiliki rambut khas yang kriwil, tapi memang saat itu dia sudah potong rambut, jadi tidak berambut kriwil lagi, tingginya 165 cm dengan berat badan 54 kg.

Aku pun siap melajukan Si Jupe (motor JupiterZ ku yang berwarna hijau cerah, bak warna tabung gas 3kg) sebelum berangkat aku berpamitan dahulu dengan ibundaku tersayang sambil mencium tangannya yang penuh dengan kasih sayang, seraya memberi uang jajan berwarna hijau padaku senilai dua puluh ribu rupiah. Aku pun mulai melaju dengan Si Jupe ku tersayang, karena aku ingin mengejar waktu untuk presentasi. Aku pun menancap gas hingga 60 km/jam agar tidak telat presentasi karena aku dan Ari kelompok pertama yang akan maju.

Saat 15 menit perjalanan, aku merasa klakson motor ku suaranya redup. “teeett..teett” klakson meneriakkan suara terakhirnya lalu ku tekan-tekan terus dan malah makin tak ada suaranya, lalu aku  pun memberhentikan sepeda motor ku itu di pinggir jalan daerah pangkalan 5 dekat TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang lumayan tercium aroma sampah-sampah yang sangat tidak sedap. Dengan perlahan saya pun berhenti, dan menekan2 klakson terus, tetapi tetap saja tidak menyala, lalu saya pun lupakan masalah klakson itu, dan langsung menstarter motor ku itu untuk melanjutkan sisa perjalananku yang  masih 30 menit lagi. Tapi aku masih penasaran dengan motor ku ini, lalu ku hentikan sejenak motor ku, dan ku nyalakan ulang starternya, tapi seketika wajah ceria ku pun langsung berganti dengan wajah panik, karena saat di starter motor ku tidak  bisa menyala hanya ada bunyi “Cssstt” dan setelah itu tidak bisa distarter lagi. Akhirnya ku dorong  sepeda motor ku itu dengan tertatih-tatih karena lumayan berat, apalagi saat mendorong di jalanan yang menanjak.

Para pengendara motor berlalu-lalang dihadapanku, dan hanya melihati aku yang sedang susah payah mendorong sepeda motor itu, dan ada pula sopir angkot genit yang lewat sambil menggoda ku dengan berkata “haaii Neng...!”, seraya mengedip-ngedipkan matanya. Sontak, Aku malah jadi bertambah dongkol karena saat aku sedang susah, masih saja digoda seperti itu, bukannya membantu. Aku terus menelusuri jalan sembari menoleh ke kanan dan ke kiri untuk menerawang  keberadaan bengkel agar Si Jupe ku cepat sembuh dan bisa melaju ke kampus lagi.  Keringatku bercucuran membasahi muka ku yang tertutup oleh helm full face.

Akhirnya ku temukan juga bengkel motor. Disana tampak 2 orang pria pekerja bengkel sedang asik men-steam motor, 2 orang bapak-bapak pemilik motor yang sedang menunggu motor dicuci sambil duduk dan minum kopi, dan juga seorang ibu pemilik warung disebelah bengkel tersebut.

Aku pun  berhenti, “permisi.. saya mau servis motor saya, soalnya moror saya mati mendadak nih..” Lalu pria pencuci motor yang satu berkata “wah.. montirnya lagi pergi neng, tunggu aja!”.
“Wah, lama gak yah bang? Soalnya saya mau buru-buru ke kampus nih!” kata ku. Lalu si pria tadi menjawab “wah.. gak tahu juga neng, mungkin sebentar lagi kali, soalnya udah lumayan lama juga, dia lagi ke warung”.
“Oh, begitu yah bang.., makasih..”

Aku pun duduk bersandar dibangku yang terbuat dari bambu yang di taruh di bawah pohon. Sambil meng-SMS pacar ku untuk sekedar memberi  kabar tentang mogoknya motorku. Sambil menunggu balasan SMS, ku tekan saja nomor telepon ibu saya, dan langsung menelponnya. Tattitituttatittut “Halo..” Terdengar dari suara hanpdone ku. Lalu ku jawab “Halo.., Mamah..! Motor Rika mogok ni, mah..” sambil merengek manja pada ibu ku karena aku panik.
 “mogok dimana?” kata  ibu ku.
“Mogok di deket pangkalan 5 mah, yang banyak bukit sampahnya”.
ibu bilang “ Ya udah, pulang aja.. gak usah masuk kuliah dulu.”
Aku bilang “lagi di bengkel kok, mah.. tapi montirnya lagi gak ada, lagi pergi dulu katanya. Eh tapi udah datang tuh mah montirnya, yaudah Rika mau samperin montirnya dulu yah, mah.. Assalamu alaikum..”.
 “Iya, hati-hati yah nanti. Walaikum salam..”. Jawab ibuku dibalik telepon.

Lalu ku tutup telp ibuku lalu ku datangi montirnya. Tampak seorang montir dengan wajah hitam manis, tapi tidak tampan dengan rambut hitam yang agak bergelombang.
“Bang, motor saya mati nih.. kenapa yah?”, kataku. Lalu si abang montir menyelah motor ku, dan waaaaahhh, ternyata motor saya dapat menyala, dan tidak rusak. Hahaha aku menjadi malu, karena ternyata motorku bisa menyala hanya dengan diselah, karena kata si montir, motorku kehabisan air aki.

“Wah, ini sih akinya habis, mesti ganti!” seraya membuka penutup aki di bagian sebelah kanan body motor ku.

“wahh kalau ganti bisa mahal nih, mending nanti aja deh sama si Ayah aja di gantinya, soalnya kalau sekarang gak ada duit”. Batinku.

“Wah.. tapi gak mesti ganti sekaranag kan bang? Dan masih bisa nyala, kan?”

“iya bisa, neng.. tetep nyala kok”.

“Oh, kalau gitu makasih yah, bang.. saya gak jadi servis deh soalnya mau buru”.

“Iya neng gak apa-apa”.

“Huuhh.. syukur alhamdulillah deh kalau gak apa-apa” batin ku.

Kutancap gas untuk melanjutkan perjalanan lagi dengan kecepatan 60 km/jam, sambil bernyanyi dan mengangguk-anggukan kepala mengikuti lagu house remix yang aku dengarkan melalui headset. 20 menit kemudian perjalanan daerah Kemang, Bekasi  macet karena banyak mobil-mobil besar yang lewat daerah itu. Aku sempat kaget saat melihat ada Dishub yang memakai jaket dinas berwarna orange. Tapi dalam hatiku berkata

“Ah, ngapain juga takut.. polisi itu kan Cuma nilang mobil-mobil truk doang, emangnya gue naik truk, apa.. kok takut gini sih..! santai aja, ah..”

Dibalik kemacetan itu terlihat hal yang benar-benar aku takuti, tampak 7 orang polisi  memakai jaket dinas berwarna hijau muda yang sedang razia. Aku pun panik, seorang polisi mendatangi aku yang sedang mengendarai sepeda motor, dan ingin memegang kepala motor ku agar berhenti. Lalu ku tancap gas untuk mengelak tangkapan polisi itu, dan akhirnya aku bisa menerobos dan lolos dari tangkapan polisi itu. Tapi ada perasaan takut dan bersalah dihati ku, aku takut aku dan Jupe di kejar oleh para polisi tadi. Setelah lolos, ternyata 10 meter dari tempat razia tadi, ada razia juga. Mungkin untuk menyaring motor-motor yang berhasil lolos dari tilangan tempat pertama. Aku pun tak bisa mengekelak lagi, dan karena perasaan bersalah aku pun menghentikan perjalananku dan menepi di tempat razia.
Seorang polisi  menghampiriku sambil berkata “STNK ada?”.

“ ada pak..”

“ KTP sama SIM juga ada?”. Dengan to the point, tapi sambil senyum-senyum.

Lalu saya sedikit berbohong agar kesalahan ku tidak banyak “KTP ada, tapi kalau SIM saya belum punya pak, soalnya saya baru-baru ini naik motor sendiri”.

“wahh.. kamu ini masa sudah besar nggak punya SIM sih, yaudah mana STNK nya?”.

Ku ambil STNK ku di dalam dompet favorite ku yang berwarna coklat, dan mengambil STNK dan KTP ku.

Lalu si pak polisi itu berjalan ke arah polisi yang lain, dan memberikan STNK beserta SIM ku kepada polisi lainnya yang sedang sibuk mencatat surat tilang. Para korban tilang pun antri untuk menerima surat tilang, dan adapula yang bernegosiasi dengan pak polisi sambil memberikan uang agar tidak jadi ditilang.

Setelah beberapa lama melayani para korban tilang akhirnya tiba saatnya aku untuk bernegosiasi dengan polisi itu. “Ini kesalahannya apa?” tanya pak polisi.
“gak ada SIM pak..” kataku
“Oh, terus gimana? Mau tilang atau saya bantu?” dengan to the poin nya pak polisi itu bicara. Lalu polisi itu mengeluarkan surat tilang, lalu menunjukkannya padaku.
“Nihh, kalau mau tilang nanti kamu sidang aja, biayanya segini kalau kesalahannya nggak punya SIM” sambil menunjuk tulisan Rp 1000.000,-
Aku pun kaget bercampur bingung sebab ini adalah tilang ku yang perdana.
“Yahh, pak.. jangan ditilang donk, pak.. saya kan baru naik motor, jadi belum buat SIM” dengan nada memelas, berharap agar polisi itu iba dan menurunkan harga atau pun meloloskan aku.

Pak polisi menyuruh aku mendekatkan kepala ku dengan kepalanya agar negosiasinya tidak terlihat dan terdengan oleh orang-orang.
“Hey, kamu nya kesinian dong, saya nggak dengar ini soalnya pakai helm” sambil menunjuk helm yang ia kenakan.
Huuuhhh alasan saja, bilang saja tidak ingin ketahuan orang lain saat disuap.
“Kalau mau saya bantu, kamu cukup bayar lima puluh persennya saja” kata polisi itu.
Jantungku merasa seperti mau meledak mendengar kata-kata itu.
“Haahh.. bayar lima ratus ribu, gitu pak?”.
Polisi itu malah marah “ kok lima ratus ribu, sih? Ini loh.. segini.. 50 persen dari yang ini: sambil menunjuk nominal uang seratus ribu rupiah.
“oohh maksud bapak, yang ini.. yang seratus ribu? Lima puluh persen dari seratus ribu, berarti lima puluh ribu, donk maksud bapak?” goda ku.
“iya segitu, tapi kalau kamu nggak mau juga gak apa-apa, kamu saya tilang aja, terus kamu tinggal hadir dalam sidang”.
“Yaahh jangan donk pak, kalau bisa tolong dikurangi dong pak.. saya kan anak kuliah pak, belum kerja, belum punya uang sendiri”.
“Yaahh justru itu karna kamu cewek, saya kasihan, makanya saya mau bantu kamu, makanya saya kurangi. Kalau saya nggak kasiahn juga ngapain saya bantu. Sambil melotot layaknya harimau ingin menerkam mangsa.
“yahh, tiga puluh ribu aja dong, pak..”
“ya udah kamu saya kasih surat tilang aja deh, dibantu juga gak mau!” dengan tampang cemberut.
“Oke, oke deh pak.. ya udah saya bayar lima puluh ribu”.
Aku keluarkan uang senilai lima puluh ribu sambil ku sodori di tangan ku tanpa sembunyi-sembunyi layaknya orang berjabat tangan.
Polisi itu pun marah-marah “kamu ini..!!! maksudnya apa kamu ngasih uang ke saya kaya gitu, di pamer-pamer? Kamu mau semua orang dijalan lihat kamu ngasih duit ke saya?”
Rasain lu, gue malu-maluin di depan umum. Rese banget sih pake nilang-nilang gue segala.
“Ih, nggak kok pak.. saya gak ada maksud kaya gitu. Lagian juga orang- orang dijalan gak ada yag liat, terus juga  orang yang di belakang bapak juga pasti udah ngerti lah. Dia juga pasti kaya gini” sambil menunjuk korban tilang yg lain.
“Ya sudah, mana?”
Aku pun mempasrahkan uangku untuk polisi itu. “ini pak, maaf”
Polisi itu pun memasukan uang ke saku baju dinasnya, dan mengembalikan STNK dan KTP ku.
Aku menghampiri motor ku dan menyalakan mesin dengan starter.  Sialnya lagi motor ku tak dapat menyala. Aku selah, tapi aku tak kuasa menyelahnya karena energi ku sudah terkuras saat mendorong motor, dan saat berkelit dengan polisi-polisi jalan yang menyebalkan.

“Pak, bisa minta tolong gak, selahin motor saya?” tanya ku pada warga yang sedang duduk di warung pinggir jalan yang sedang melihat aksi para polisi-polisi dalam menangkap mangsanya.
Lalu salah satu bapak-bapak membantu menyelah motor ku, dan motor ku pun menyala.

“ Makasih yah pak..” ucap ku pada bapak itu

“iya, neng.. sama-sama.. hati-hati yah, neng”

“iya pak” jawabku.

Kuteruskan perjalanan yang melelahkan sekaligus menyebalkan itu, hingga akhirnya aku sampai ke kampus ku. Lalu aku parkir motor, dan langsung berlari ke gedung C.102. untungnya dosen ku tidak marah karena aku telat presentasi, tapi malah iba setelah mendengar alasan ku mengapa aku bisa telat datang.
Aku dan temanku pun mulai mempresentasikan tugas komunikasi massa.

Selesai

Rika Gustina
41182037090008

0 comments:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More