Senin, 25 April 2011

Zart Vegay De Rusiano : Atlet Muda Di Sepatu Roda



Oleh : H.N. Lintang Tri Hapsari

Siang hari yang cukup menguras emosi, bulan Ramadhan ketika itu saya ditugaskan untuk mewawancarai seseorang yang belum saya kenal sebelumnya. Dialah atlet in-line skate (sepatu roda-red) yang merupakan Mahasiswa angkatan 2009 Jurusan Penjaskesrek Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan Universitas Islam 45 (UNISMA) Bekasi. Zart Vegay Derusiano namanya tidak lazim seperti kebanyakan orang Indonesia.




“Pasti dia orang bule deh.. gak kebayang wajah indonya, nama panggilannya apa ya ?” pikir saya.


 “Hallo mas.. saya tunggu di gedung B ya siang ini,” telepon saya.

“Aduh mesti sekarang ya ? kalau besok aja gimana?” balasnya.




Saya  yang mulai merasa “malas” dengan sikapnya, akhirnya mencoba untuk merayu agar kami bisa segera bertemu.
“Tolonglah mas..saya deadline nih.. ya seenggaknya sebentar aja deh, gimana ?” rayu saya.

“Oke deh.. tunggu ya..nanti kalau udah sampe saya kabarin,” jawabnya.

Siang hari itu pukul 14.00 WIB  saya dan dia sepakat untuk bertemu dan mulai melakukan wawancara di kampus kami di Unisma. Iano yang notabene adalah mahasiswa baru, masih bingung dengan gedung-gedung (lokasi) di kampus.


Sambil menunggu , saya mencoba membuat TOR sejumlah pertanyaan yang akan saya ajukan nantinya. Dari mulai pertanyaan tentang prestasi hingga pribadinya.  Rasanya ngantuk dan lelah sekali, berhubung ini adalah bulan puasa, enaknya tidur.  


Tak lama sekitar dua puluh menit kemudian, munculah sesosok berbadan tegap berjaket hitam dengan blue jeans nya yang tinggi dan berdiri di depan gedung B di kampus. Saya yakin itu dia, karena gerak-geriknya yang mencari-cari seseorang yaitu saya. Ternyata benar  tak lama berderinglah handphone saya, dan saya pun langsung menghampiri.


“Lintang ?” sapanya dengan senyum layaknya seseorang yang baru menemukan orang yang dicarinya.


“Iya betul..hallo mas..selamat siang, apa kabar ?”  jawab saya.


“Baik-baik.. kita mau wawancara dimana nih enaknya ?” tanyanya.


“Kayanya kita enak ngobrol-ngobrol aja kali ya..santai aja,”  jawab saya.  “Oia, sebelumnya saya bisa panggil mas siapa ya ?”.


“Oke..panggil Iano aja..aduh (sambil kepanasan)…Lintang puasa ?” Iano memulai pembicaraan ringannya dengan saya.
“Alhamdulilah mas masih bertahan sampai sekarang..,” sambil tertawa ringan.


“Iya ..kalo lagi gak bulan puasa, Iano traktir ni kita bisa wawancara di tempat makan deh,,di mall atau dimana 
aja yang adem”.


“O..iya..hahaha makasih mas, boleh tuh nanti aja kalo pas buka,” ungkapku sambil bercanda ringan.


Setelah bingung  menentukan tempat yang enak untuk wawancara, akhirnya kami tertuju pada satu  titik yang jadi  objek. Kami memulai semuanya tepat dibawah pohon mangga di depan laboratoriumnya anak-anak komunikasi (saya). Siang ini lumayan tidak banyak orang yang lalu-lalang. Hanya ada beberapa teman-teman saya yang iseng-iseng ikut nimbrung (berkumpul) bersama kami.


Saya memulainya dengan pertanyaan simple yaitu keunikan namanya yang tidak biasa.  Pria satu ini yang memiliki tinggi 185 cm mengaku bahwa nama panjangnya yang sulit itu berasal dari pemberian ayahnya. Zart Vegay De Rusiano merupakan gabungan dari nama-nama teman ayahnya. Unik dan aneh kedengarannya, namun memang begitulah pengakuan pria asli Manado ini.


“Mas Iano dapat beasiswa Fullbright ya bisa kuliah di Unisma ?” tanya saya.


“Iya bener banget, tahun 2009 ini Wali Kota Bekasi Mochtar Muhammad memberi saya Beasiswa Penuh dengan enam pilihan perguruan tinggi di Bekasi. Ya setelah saya pertimbangkan kestrategisan lokasi, prestasi fakultas, dan juga referensi dari Ketua Komite Olahraga Nasional (KONI) Bekasi itu Bapak Edi Priadi, yaudah saya jadi tambah yakin untuk kuliah disini,”  jelas Iano pada saya.


“Bisa diceritain mas awal mula bisa tertarik sama sepatu roda? Sejak kapan tepatnya?" tanya saya.


“Kalo saya sudah kenal dan mulai ikut perlombaan itu sejak kelas satu sekolah dasar.  Waktu itu saya dapat juara dua tingkat nasional antarklub di Surabaya. Dan gak cuma saya loh yang hobi sepatu roda di keluarga saya, dua adik saya sama-sama bersepatu roda juga dan mereka sih tampaknya ingin mengikuti jejak saya untuk menseriusi bidang ini,” ungkap pria dengan gigi berbehel ini.


“Jadi mas ini satu keluarga rupanya memang sudah mendarah daging dengan yang namanya olahraga ya ?” tanya saya penasaran.


“Wah iya banget.. ayah saya juga kan aktif di Pelatnas,”  tutur Iano yang lahir di Jakarta pada 12 Juli 1983.


“Terus mas apa saja sih yang sudah didapat dari sepatu roda ?  runtutan prestasinya bisa tolong di beberkan disini deh..?” tanya saya yang semakin merasa menemukan keasyikan ngobrol dengan Iano yang ternyata friendly sekali.


“Alhamdulilah kalau untuk Asia dan Eropa sudah ada beberapa Negara yang saya kunjungi, seperti China, Jepang, Korea, India, Amerika, Australia, Singapura, Thailand, dan Malaysia”.
Dalam hati saya merasa bangga bisa mewawancarai Iano atlet dengan segudang prestasi ini.


“Ya meski lawan-lawannya cukup tangguh, saya sangat bersyukur sama Allah saya selalu dapat juara, ya jadi koleksi banyak medali deh..hhahaha,” sambil tertawa ringan.


“Paling seru tuh waktu mas ke Negara mana ?”


“Hmmm..(sambil mengingat) waktu di China.. ketika kita para atlet Indonesia baru  turun dari pesawat, kami langsung dikalungkan bunga sebagai tanda kehormatan. Pokoknya kita diperlakukan seperti artis banget deh..,” jelas Iano yang merupakan sulung dari tiga bersaudara ini.


“Seru banget ya mas pengalamannya super banyak”, tambah saya.


“Penghargaan sebesar apa sih yang mas pernah dapat ?”


“Alhamdulilah..sudah pernah umroh gara-gara sepatu roda, punya kendaraan roda empat juga gara-gara sepatu roda ini”, ungkap Iano dengan rasa syukur


Sambil sesekali membuka Blacberry nya, Iano pun memberi tahu saya mengenai jadual latihan sepatu rodanya. “Kalau lagi puasa gini, latihan dirubah jadi mulai jam empat sore sampe menjelang buka..yaa itung-itung ngabuburit lah,…main-main dong ke tempat latihan kita”,  ujar Iano yang sambil sibuk membalas BBM (Blackberry Massenger) nya itu.


“Dimana memang markasnya ? ada klub nya ya di Bekasi ?”, tanya saya.


“Ada di GOR (Gelanggang Olahraga Bekasi) Bekasi, di situ sekarang ada lintasan untuk sepatu roda. Saya dan teman-teman  membentuk klub ini dengan nama BIG (Bekasi in-line Skate Group).” Jelas Iano yang pada tahun 2002 pernah mewakili Indonesia di kelas junior di Kejuaraan Asia di Jin-Shan, China.


“Kalau mau main, besok aja datang, kebetulan besok yang latihan itu ade-ade kecil. Lucu-lucu loh mereka, mainnya bagus-bagus, semangat mereka tinggi”, tutur Iano penuh semangat.


“Boleh tuh mas, Insyaallah besok saya kesana”, jawab saya menyambut baik tawarannya.


GOR BEKASI


Sore hari pukul 16.00 WIB masih di bulan puasa, menjelang buka alias ngabuburit saya dan tiga teman saya jalan-jalan ke Gor Bekasi sekalian bertemu dengan mas Iano. Edo (teman seangkatan saya), Kak Arini, dan Bang Acim yang juga senior saya turut menemani. Dengan dua motor iring-iringan saya digonceng Edo, Kak Arini dengan Bang Acim, menambah suasana sore itu makin ceria.


Ramai sekali Gor Bekasi sore itu, terutama fokus kami pada lintasan in-line skate. Ada sekitar lima belas orang anak-anak usia tujuh sampai tiga belas tahun yang sedang berlatih sepatu roda. Lucu dan lincah sekali mereka.


Mata kami pun seraya mencari-cari sesosok wajah. Ya..wajah itu pun kami dapatkan juga. Dengan rasa pangling saya melihat mas Iano dengan baju ­in-line skate nya itu. Tampak lebih tinggi limabelas centimeter dengan sepatu rodanya, apalagi dengan kacamata, dan juga topinya yang membuat saya sulit mengenali Iano.
 Dari dalam lintasan sepatu roda, mas Iano memberikan lambaian tangannya kepada kami.


“Hmm..senangnya, saya pikir mas Iano tidak melihat kami, karena kan banyak sekali di pinggir lintasan lapangan para penonton yang menonton atlet-atlet mungil itu berlatih,” pikir saya.


“Hey apa kabar ? akhirnya datang juga kalian..,” sapa Iano dari dalam lintasan sambil menghampiri kami ke pinggir pagar pembatas penonton dengan sepatu rodanya itu.


“Iya mas..ini saya bawa teman-teman dari kampus..,” cerita saya.


“Hallo semua..,” sapa Iano sambil tersenyum ramah.


“Iano nglatih dulu sebentar ya..”, izinnya pada kami.


“oke,” jawab saya.


Sambil melihat Iano latihan saya pun memotret aktivitas di lintasan sepatu roda, mulai dari kelucuan tingkah murid-murid kecilnya yang pintar dan lincah sampai action sang pelatih sendiri.


Di tengah lapangan ada satu murid in-line skate Iano yang sedang bersepatu roda tengah menangis. Kira-kira dia berumur tujuh tahunan, perempuan dengan baju in-line skate pinknya itu bernafas terengah-engah karena lelah dan kalah cepat alias terlambat dari teman-temannya.


 “Ayo dong cepat..semangat,,gimana katanya mau ikut lomba, kalau kaya gitu gimana mau menang ?,” ujar Iano memberikan instruksi kepada anak didiknya.


“Hmm mas Iano tegas sekali ketika di lapangan, jiwa disiplin dan semangatnya jelas terlihat,” pikir saya.
Tiga puluh menit menjelang buka puasa, latihan selesai. Iano pun menutup latihan hari itu dengan doa bersama dengan murid-murid kecilnya. Dengan keringat yang lumayan, Iano pun meminta izin pada kami untuk bersih-bersih diri dahulu.


Buka puasa tiba,  saya dan teman-teman akhirnya berbuka dengan secangkir es kelapa yang kami beli di kawasan Gor Bekasi. Sekedar untuk mengganjal perut yang seharian puasa, bakwan dan tahu goreng pun turut menemani menu berbuka kami hari itu. Alhamdulilah kenyang.


Langsung kami Sholat Maghrib di Mushola depan lintasan sepatu roda di Gor Bekasi. Setelahnya, saya dan mas Iano bertemu untuk sekedar ngobrol ringan kami mengenai hobi-hobi lain yang ia gemari.


HOBI RODA DUA


Ternyata Iano pun hobi otomotif. Setelah kami berbicang panjang lebar mengenai hobi roda duanya, Iano pun mengungkapkan, bahwasanya modifikasi motor di setiap daerah itu masing-masing memiliki keunikannya. Modifikasi khas suatu daerah bisa menjadi kebanggaan tanpa harus meniru karya yang sedang tren di daerah lain.


“Ya..setidaknya menjadi diri sendiri itu penting terutama dalam ajang modifikasi kontes. Terlihat beda dan unik dalam menampilkan sebuah karya modifikasi merupakan sebuah keharusan,” ungkap Iano yang juga gemar travelling ini.


Pria  yang pada tahun 2008 ini mendapatkan juara II nomor 1000 meter Kejuaraan Terbuka di Singapura  ini juga menegaskan bahwasanya selain pengaruh dari berbagai unsur yang dapat memperkaya imajinasi seorang modifikator, pemilihan motor yang akan di modifikasi harus tepat dan sesuai dengan konsep yang diusung.


Banyak sekali pengalaman berharga yang telah iano dapatkan dalam hidupnya.  Penghargaan itu didapat melalui prestasinya berupa materi. Namun Iano merasa masih ada yang kurang dalam hidupnya, ia masih belum puas jika belum menamatkan strata satu nya.


Dimata sahabatnya yang juga sesama atlet in-line skate, Anggie, Iano adalah sosok sahabat, kakak, dan juga guru yang sangat memberi contoh yang baik. Tak hanya anggie, si bungsu Icha (adik iano paling kecil) menurutnya Iano adalah kakak yang baik dan juga perhatian. “Kak Iano sekarang  jadi gantinya papa,” ungkapnya.


Pada tahun 2010 Iano kehilangan sang ayahanda tercinta. Ia pun kini menjadi sosok yatim yang tegar dan lebih bertanggung jawab pada keluarga.  Iano tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan, baginya hidup harus dijalani dengan terus semangat.


Antara pilihan harus terus berprestasi dan kewajiban mendidik anak didiknya memang pilihan yang sulit. Kesibukan keduanya bagaikan sisi mata pisau. Apalagi tujuan utama Iano untuk menyelesaikan jenjang strata satu yang menjadi cita-citanya sejak awal.


“Awalnya saya mau fokus sama pendidikan sampai sarjana. Tapi ya beginilah jalan hidup yang gak bisa ditebak awal dan akhirnya, dan semua itu harus dijalani,” terangnya.


Sampai menjelang Isya, ditemani makanan ringan didepan kami Iano pun menambahkan pengalaman studi nya yang sudah masuk beberapa perguruan tinggi swasta dan negeri di Jakarta. Kata Iano, meskipun ia jarang hadir namun namanya juga masih tercatat  sebagai mahasiswa aktif di sana.


“Dari dulu saya selalu dapet beasiswa dari hasil kejuaraan yang diikuti. Mungkin karena itu saya jadi kurang serius menjalaninya,” begitulah sesal Iano.


Kini Iano benar-benar menyadari fungsinya pendidikan untuk bekal seumur hidup, sehingga harus secepatnya diselesaikan.


“Ilmu merupakan modal yang tidak akan pernah habis, dan saya sangat bersyukur kepada Allah bahwa dilebih seperempat abad usia saya, saya telah memperoleh lebih dari apa yang saya harapkan,” katanya sumringah saat menutup pembicaraan.

2 comments:

Bang maaf bisa posting photonya beliau sama informasi account pribadi baik facebook atau twitternya beliau

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More