April, satu tahun lalu. Dinginnya hembusan AC di mobil membuat badan ku menggigil dan perut ku semakin mulas. Ternyata bukan aku saja yang merasakannya, adikku dan teman-temannya pun juga. Tol Padalarang Barat cukup lenggang dan Buah Batu Bandung masih setengah jam lagi, kegelisahan kami pun bertambah.
Tujuan kami kesana untuk mengikuti Audisi Band “KOMBBA”, ‘Komunitas Band Bandung’. Juara dari acara tersebut akan langsung diikutsertakan ke label dan rekaman album kompilasi, kami sangat bersemangat untuk mengikutinya.
Aku adalah vokalis di TNT Band sejak satu setengah tahun lalu. Band ini dibentuk oleh adikku dan teman-temannya. Adikku Harpa, seorang gitaris cilik yang handal, dia mulai main gitar sejak kelas 6 Sekolah Dasar, sekarang dia sedang menanti kelulusan Sekolah Menengah Pertama. Caesar, teman sekelas Harpa, dia adalah bassis band kami, dan yang terakhir Agi, kakak kelas Harpa yang juga pacar sepupuku Dinda, dia drummer TNT.
Kami pergi kesana menggunakan mobil Dinda, yang menyetir mama ku. Di dalamnya berisi 8 orang, aku, mama, Harpa, Agi, Dinda, Caesar, Egi adik bungsu ku, dan Heri crew band kami.
“Ah akhirnya sampai juga”, ucapku kepada diri sendiri.
Harpa dan Caesar langsung masuk ke studio music yang dijadikan tempat audisi, sementara kami menunggu di parkiran. Mereka registrasi ulang dan ambil no urut, lalu kembali ke parkiran.
“Kita dapat no.16 nih! Lumayan lah masih 10 peserta lagi, jadi bisa nyantai dulu”, teriak Agi sambil mengahampiri kita.
“Asik, bisa nyantai… Eh, ayo de foto lagi”, ucap ku sambil mengajak Dinda berfoto.
“Woooooyyy foto-foto mulu kalian, ikutan dong hehehe”, Agi langsung ngedeketin kita dan berpose.
Nggak lama mama, Egi, Caesar dan Abang – begitu Harpa dipanggil, langsung ikutan menghampiri kita untuk berfoto-ria. Alhasil kami jadi minta tolong Heri untuk ambil gambarnya.
Setelah puas berfoto-ria, kami duduk-duduk di samping mobil sambil ngebahas lagu yang akan dibawakan pada audisi nanti. Aku dan Abang latihan sebentar untuk memastikan semua lagunya sudah siap. Sementara Agi sibuk memainkan stick drumnya, menghafal ketukan. Caesar mendengarkan lagu dari handphonenya yang isinya lagu reggae, dia adalah braddasouljah – penggemar band Souljah.
Saat kami sedang sibuk mengahafal lagu dan ketukannya, mama datang bawa makanan bekal kami. Kata mama daripada harus beli di jalan, nggak bersih, belum tentu enak, padahal alasan utamanya adalah “irit” hehehe… Mama langsung mengeluarkan beberapa bungkus nasi, sengaja pakai kertas nasi biar gampang dibuang. Lauk makan siang kita adalah ayam tulak lunak, sayur tempe pedes, mie goreng.
“Iya dong Din. Eh Bang, fotoin kita dulu dong biar seru gitu”
“Ih, mama mau makan aja kudu foto segala! Yaudah cepet pada pose”
Aku dan Dinda biasa saja, karena kami tidak menyukai olahraga bola. Sementara Abang, Agi, dan Caesar sangat bersemangat langsung membahas tentang pertandingan bola.
Tiba-tiba rombongan arak-arakan Viking tersebut berhenti tepat di depan kami.
“Mau apa mereka berhenti dan memandang sinis?”, dengan tampang bingung aku melirik Agi berharap dapat jawaban.
Kami berlima saling berpandangan bingung, tetap tidak menjawab pertanyaan mereka. Karena tidak mendapatkan respon, ulah mereka makin menjadi. Ada yang melemparkan gulungan tissue, turun dari motor dan mengibar-ngibarkan bendera Viking, lalu memukul-mukul pagar.
“Viking Bonek sama saja, asal jangan THE JAK!!!”, berulang-ulang mereka menyanyikan mars Viking ke arah kami.
Mama, Egi, dan Heri langsung menutup pintu dan jendela mobil, takut mereka menyerang ke arah mobil. Aku sendiri masih belum ngeh, mengapa mereka berbuat seperti itu kepada kami, padahal kami tidak melakukan apa-apa dan tidak ikut-ikutan sama sekali.
“Ka, mereka kaya gitu tuh soalnya plat mobil kita B, mereka pikir kita anak The Jak. Terus lagi ada pertandingan, jadinya mereka rusuh gini”, bisik Abang kepadaku.
“Punteun Aa-aa, abdi ge pendukung Persib, yeuh tingali ‘Bobotoh Persib’ tah. Nggeusan atuh nya, karunya tah si Teteh sieun. Damai wae lah kita mah, teu resep ah nu kos kieu.”
(Maaf kakak-kakak, saya juga pendukung Persib, ini liat ‘Bobotoh Persib’. Udahan ya, kasian si Teteh takut. Damai aja, kita nggak suka yang kaya gini)
Sungguh aku masih tidak mengerti mengapa kedua supporter bola tersebut bermusuhan. Seharusnya sebagai supporter bola Indonesia, mereka harus bersatu mendukung Tim Nasional Indonesia, bukannya malah bermusuhan dengan saudara sendiri.
Biarlah, aku tidak peduli. Aku sama sekali tidak menyukai sepakbola. Jadi aku tidak ada masalah, siapa yang lebih jago diantara siapa. Masih banyak yang harus aku pikirkan, salah satunya audisi band ini.
Beberapa menit kemudian tibalah giliran band kami untuk audisi, Abang dan Caesar mempersiapkan alat-alat mereka, sementara aku dan Agi duluan ganti kostum. Setelah kami sudah siap semua, kami menunggu di depan pintu studio. Lalu keluar seorang panitia membawa kertas sambil memandang ke arah kami.
“TNT Band? Cepat ya, waktu kalian hanya 15 menit”.
Inesia Violina Ishendria
Semester 6
0 comments:
Posting Komentar