Rabu, 06 Juli 2011

Surveyor Dari Dusun

Sunaryo adalah seorang Surveyor berasal dari sebuah Dusun yang tidak terlalu familiar namanya bahkan jarang sekali terdengar ditelinga masyarakat. Dusun itu bernama Pronasan, Gedong Karanganyar, Jawa Tengah. Ia mengenyam pendidikan sampai STM. Bapak berusia 52 tahun lalu pada 31 Januari 1959 lahir di Boyolali meninggalkan empat orang anak yang bernama Mamiek Wijayanti (25th), Aslama Kaffah Harroky (18th), Annisa Furqon (16th), Futuh Sabili (15th), dan yang terakhir Fitri Hidjriah (13th) dan satu istri yang bernama Sukini (50th) untuk bekerja di Malaysia.

Sunaryo adalah seorang bapak yang sangat bertanggung jawab sekali terhadap keluarganya. Ia membanting tulang sampai ke Negeri Jiran tepatnya di Kota Bintulu - Ibu negeri Sarawak Malaysia Timur, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.

Sunaryo menjadi seorang Surveyor di Malaysia bermula sejak Ia pernah bekerja dengan perusahaan yang sekarang diikutinya di Proyek SSWJ singkatan ”Sourth Sumatra West Java”. Ia sangat menyukai pekerjaannya saat ini dan mempunyai tekat bahwa Ia akan dibutuhkan di Malaysia, ternyata tekatnya pun menjadi nyata.

“Berita itu sangat menggembirakan untuk Saya,” ujar Sunaryo dengan penuh semangat.

Ia sangat bahagia dan semangat sekali ketika dipanggil untuk bekerja di Malaysia karena pada saat itu situasi kerja di Indonesia kurang menggembirakan untuk profesinya sebagai Surveyor dalam pengertian pendapatan (gaji) yang terbilang cukup minim untuk membiayai sekolah anak – anaknya dan kebutuhan sehari – hari keluarganya, selain itu juga di Indonesia sangat banyak orang - orang yang mempunyai profesi yang sama sebagai surveyor. Ia tidak menyia – nyiakan kesempatan itu.

“Karena kesempatan tidak datang dua kali dan dengan segala resikonya Saya meninggalkan rumah, anak-anak, dan istri”. Ujarnya.

“Lalu Anda sudah berapa lama bekerja di Malaysia?” tanyaku padanya.

“Sampai sekarang sudah hampir 3 tahun Saya jalani kerja di malaysia, ternyata jerih payah, keringat dan, air mata tidak akan pernah hilang dengan sia – sia,” jawabnya dengan nada yang datar.

Ia tinggal tinggal di camp salah satu fasilitas dari perusahaan bersama dengan tiga orang temannya yang kebetulan berasal dari Indonesia juga tetapi dari daerah yang berbeda – beda. Mereka bernama, Taeran asal Bandung (54 th), Samsul asal Cikampek (41 th), dan Hani Waluyo Jati asal Cepu (27 th).

“Bagaimana Anda mengawali karir ini?” tanyaku lagi.

“Saya meniti karir menjadi Surveyor mulai dari bawah sekali hanya menjadi Helper ( Pembantu Survey ). Pada 1980 – 1982 menjadi Helper Survey ( tukang ukur ) di PLTU Semarang”. Katanya dengan nada yang semangat.

Selama itu Ia memang sangat tertarik dan minat sekali dengan profesi sebagai Surveyor. Selain ada hubunganya dengan sekolahnya lulusan STM jurusan Bangunan Gedung.

“Jadi Saya pikir kalau orang tidak mempunyai keahlian rasanya hidup susah,” katanya.

Menginjak tujuh bulan menjadi Helper di perusahaan PT. PP (Pembangunan Perumahan) Ia mendapat tawaran siapa yang berani dan ingin menjadi Surveyor, Ia langsung tunjuk jari. Dengan berjalannya waktu dan penuh kesabaran nasipnya sedang bagus. Dewi fortuna berpihak padanya.

”Waktu itu Saya diangkat menjadi Yunior Surveyor dan dikirim ke Proyek Bendung Colo (Proyek sungai bengawan solo) tempatnya di daerah Nguter, Sukoharjo. Waktu itu bekerja sama dengan tiga contractor, PT. Pembangunan Perumahan, PT. Wika (Wijaya Karya), dan PT. Hutama Karya,” jawabnya dengan detail.

Seiring berjalannya waktu Ia semakin banyak pengalaman dan memperbanyak link. Dengan begitu peluangnya menjadi Surveyor akan di depan mata. Ia terbiasa bekerja di lapangan dan Ia meminta kepada atasannya untuk menempatkannya di lapangan dengan ditugaskan menjadi asisten Pelaksana di Gudang Dolog Tegal selama kurang lebih tujuh bulan.

Pada tahun berikutnya kira - kira dipertengahan 1983 Ia bergabung di Proyek Bendung Lanji ladang di daerah selatan Pemalang ( sekitar 15 KM arah selatan ), sampai akhir September 1983. Pada Oktober 1983 bergabung di Proyek Irigasi Sungai Citanduy di kota Cilacap, karena pada saat itu musim hujan, Ia ditugaskan untuk membantu menjadi Drafter di kantor.
Masih di PT. PP, di awal 1984, terdapat Proyek baru di daerah Jawa Barat, tepatnya di Sungai Citarum yang bernama Proyek PLTA ( Pembangkit Listrik Tenaga Air ) yang kebetulan bekerja sama dengan PT. PP dengan contractor di jepang bernama TAISEI dari Januari 1984 sampai Agustus 1988 selama empat tahun setengah dengan posisi Ia sebagai Surveyor. Ia mendapatkan banyak pengalaman dari Mega proyek tersebut. Ia pulang ke rumah setiap bulan selama dua atau tiga hari saja.
”Setelah selesai kontrak kerja, Saya menganggur dan tinggal di rumah mertua selama satu bulan”. Ujarnya sambil menghela nafas.
Setelah satu bulan berlalu kemudian Ia hijrah ke Kota Jakarta dengan bermodalkan pengalaman saja. Ia mencoba memasukkan lamaran dan tidak menunggu terlalu lama selama dua bulan langsung mendapatkan panggilan kerja.
Pertama kali Ia bekerja di Jakarta pada Agustus 1988 di PT. Jaya Konstruksi Proyek Jalan Layang Cawang – Tanjung Priok sampai Desember 1990.
”Hanya dua tahun saja Saya bekerja disana. Setelah Saya keluar dari PT, ada panggilan kerja lagi di PT. Genjah Teknik Pratama Proyek jalan Kereta Api Manggarai - Depok dari 1990 sampai 1995,” katanya.
Dan Ia pindah kerja lagi sejak 1995 sampai 1997 di Proyek PLTGU Muara Tawar daerah Bojong Pantai Timur Jakarta. Di tahun 1997 pindah lagi di PT KUMAGAI GUMI Proyek Megah Indah Apartment.
” Pada November 1997 Saya terkena PHK dan hanya bekerja selama delapan bulan saja karena Krisis Moneter (Krismon). Pada saat itu Saya menganggur sampai Maret 1998,” ujarnya.
Selama menganggur dengan berjalannya waktu, Ia memutar otak untuk mengisi waktu luangnya dan mencari kesibukkan dengan berusaha menjual Alat Tulis Kantor atau yang sering disebut dengan ATK. Ia menjualnya mulai dari berkeliling dengan vespa biru dongker yang setia menemaninya kemana pun sampai menitipkan ke toko – toko peralatan tulis dekat sekolah maupun di pinggir jalan.
” Satu sisi kebutuhan tidak bisa di cegah yaitu biaya hidup sehari – hari dan anak sekolah,” tegasnya.
Ia menjual ATK itu selama satu tahun saja. Pada 1998 Ia mulai bekerja kembali.
Di 1998 ada seorang kawannya yang mengajak bekerja di Sumatra Selatan daerah Prabumulih, Palembang. Ia bekerja sama dengan Perusahan HOLLAND – BALLAS –THIES ( Belanda – Australia ) Proyek Pabrik Kertas sampai Mei 1999, setelah itu menganggur lagi sampai 2004.
Selama menganggur Ia kembali berjualan ATK.
Setelah Ia menganggur selama lima tahun, Ia mencoba memasukkan lamarannya ke perusahaan – perusahaan dan pada akhirnya di April 2004 mendapat panggilan kerja sampai April 2006 di Proyek Jalan Kereta Api Kutoarjo – Jogja, Perusahaan Jepang bernama PT JFE.
”Itulah perjalanan karier Saya sebelum bekerja di Proyek di SSWJ, semoga bermanfaat untuk Rina, ” ujarnya sambil tertawa kecil.
”Terakhir pulang ke Indonesia kapan dan kalau boleh tahu gaji Anda perbulan berapa?”. Tanyaku dengan malu – malu.

”Terakhir Saya pulang Desember 2010, rencana cuti lagi 17 Juni nanti dan untuk masalah gaji banyaklah...he..he..he..” jawabnya sambil tertawa gembira.

Mendengar perkataannya itu aku pun juga ikut tertawa kecil.

”He...he...he...” tawaku.

Sunaryo juga berkata, ”Secara jujur ada satu pengorbanan besar yang orang lain tidak pernah mengalaminya, yaitu meninggalkan keluarga. Saya laki - laki kebutuhan biologi sangat berat tetapi semua itu demi keluarga”.

Mendengar ucapannya aku menjadi terharu dan ingin meneteskan air mata. Aku tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi pada keluargaku. Aku tidak akan sanggup untuk berpisah dengan ayah tercinta. Tetapi jika itu demi kebaikkan bersama aku akan ikhlas. Itulah yang dilakukan keluarga Sunaryo padanya.

Dengan pengorbanan Ia yang sekeras itu berbuah manis dengan hasil yang sangat memuaskan. Ia bisa menamatkan anaknya yang paling besar sampai sarjana jurusan Teknik Kimia di Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Ia rela melakukan apa saja untuk bisa menyekolahkan anak – anaknya sampai ke jenjang perguruan tinggi. Ia juga merenovasi rumahnya menjadi dua lantai dengan pagar tegak bewarna biru dan pintu berwarna coklat tua diselimuti marmer tebal bewarna merah bata yang beralaskan marmer coklat muda pula dengan pemanis dua sepeda motor bertengger di teras yang menghiasi rumahnya.

Aku pun mengunjungi rumahnya dan meginjakkan kakiku pada lantai marmer coklat itu pukul 20.00 WIB. Dengan pagar yang terbuka sedikit aku masuk dengan langkah kecil sambil mengetuk pintu coklat itu.

”Asallamu’alaikum...!” sapaku

”Wa’alaikumsalam...!” jawab Fitri anak terakhir Sunaryo

”Mas Oki ada tidak?” tanyaku pada Fitri.

“Ada mbak. Ayok masuk,” katanya.

Aku pun segera masuk dan duduk di bangku hijau itu sambil menunggu Oki anak kedua Sunaryo. Disana hanya terlihat Annisa dan Fitri saja. Annisa yang terlihat sibuk menyetrika pakaian sekolahnya untuk dipakai sekolah esok hari dan Fitri sedang membuka lembaran demi lembaran buku sekolahnya.

Annisa bersekolah di SMA 5 Bekasi yang saat ini naik kelas 3. Fitri naik kelas 2 SMP di SMP Taman Harapan Bekasi. Sedangkan Oki pernah bersekolah di SMA 4 Bekasi. Oki sudah lulus sekolah dengan hasil rata – rata 7,5.

Dengan tersenyum Aku menyapa Annisa yang sibuk menghaluskan pakaiannya itu, “Lagi apa mbak?”

“Lagi nyetrika nih!” jawabnya sambil melipat pakaian.

“Mas Oki lagi apa?” tanyaku lagi sambil menengok-nengok.

“Oh…Mas Oki, ada tuh di kamar habis belajar” ujarnya sambil menunjuk ke arah kamar Oki.

Yang kebetulan esok hari Oki akan mengikuti SNMPTN singkatan dari “Ujian Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri”. Ujian itu dilaksanakan selama dua hari di Universitas Islam “45” atau yang dikenal dengan UNISMA “45” Bekasi. Oki mencoba mengambil Jurusan PGSD di UNJ dan UNS Surakarta.

Pada 30 juni 2011 adalah pengumuman hasil ujian SNMPTN. Oki lulus ujian dan diterima di UNJ jurusan PGSD dengan hasil yang cukup baik.

Tidak lama kemudian Oki dan Sukini menghampiriku sambil tersenyum dan duduk di sampingku.

“Ada apa? Ada yang bisa Oki bantu?” tanyanya dengan santai.

“Aku mau tanya – tanya tentang bapak kerja di Malaysia. Menurut Oki sosok bapak itu seperti apa?” tanyaku padanya sambil menengok ke arahnya.

“Bapak itu seorang pemimpin yang selalu mengayomi keluarga. Keras kepala tetapi penuh perhatian pada keluarganya. Meskipun sudah tua masih semangat dan giat bekerja sampai ke luar negeri,” jawabnya dengan cepat.

Jelas sudah hubungan antara bapak dan anak ini sangat dekat. Ini terlihat dari Oki yang menjawab pertanyaan yang aku ajukan padanya langsung dijawab dengan cepat dan singkat.

Oki juga berkata, ”Bapak itu seorang yang demokratis dan adil. Tidak ada diskriminasi, kalau salah ya salah dan kalau benar ya benar”.

Aku juga bertanya pada Sukini ibu dari Oki.

”Bagaimana perasaan ibu ketika bapak mendapat panggilan kerja di Malaysia?” tanyaku dengan menatap mata Sukini yang mulai terlihat kantuk.

”Jujur ini sangat berat untuk keluarga kami khususnya Saya, tetapi mau bagaimana lagi, rezekinya ada di sana. Bapak juga pernah bilang, ini rezeki untuk menyekolahkan anak – anak. Kami semua selalu mendoakan yang terbaik untuknya”. Jawabnya sambil tersenyum.

Saat Sunaryo ingin pergi meninggalkan keluarganya, perasaan Sukini dan anak-anaknya sangat berat sekali. Cucuran air mata pun berjatuhan. Isak tangis yang tidak bisa dihindarkan. Namun mereka tidak mau terlihat lemah dihadapan sang ayah tercinta. Mereka berusaha tegar dan men-support Sunaryo agar semangat bekerja di negeri orang.

Yang membuat kami ikhlas di tinggal bapak kerja di Malaysia adalah ketika mengingat ucapannya, ” Ini rezeki untuk menyekolahkan anak – anak. Doakan bapak saja agar bapak selamat dan selalu dalam keadaan baik – baik saja,” jawab Sukini yang agak terharu.

Tak terasa waktu mulai larut malam pukul 22.00 WIB. Aku pun bergegas pulang dan berpamitan dengan dengan mereka. Dengan berat hati kaki kecil ini harus berpisah dengan marmer coklat dan meninggalkan rumah berlantai dua itu yang sangat nyaman untuk disinggahi.

Keesokkan harinya aku menghubungi Sang Surveyor itu lewat pesan di facebook.

Tanpa basa – basi aku langsung bertanya, ”Lalu Anda melakukan komunikasi dengan keluarga berapa hari sekali?”.

”Saya melakukan komunikasi setiap hari via telepon dan facebook dengan istri dan anak – anak,” jawabnya.

Dengan melakukan komunikasi via telepon dan facebook rasa kangen Sunaryo itu bisa terobati setelah mendengar suara istri dan anak – anaknya. Ia cuti ke Tanah Air setiap enam bulan sekali selama 25 hari. Ia menghabiskan cutinya dengan berkumpul bersama keluarga di rumah dan bersilahturahmi ke rumah saudara dan kawannya. Yang terpenting Ia memanfaatkan momment – momment ini hanya untuk keluarga saja.

Bapak yang mempunyai cita - cita sederhana ini yaitu, orang hidup harus memiliki ilmu atau keahlian di bidang apapun. Dengan keahlian yang dimilikinya saat ini Ia berhasil menjadi Surveyor. Walaupun berasal dari dusun Ia tidak mau menjadi seorang tani karena Ia tidak mempunyai tanah dan lahan semeter pun. Kini Ia menjadi sukses dengan meniti karir di Malaysia walau hanya dari dusun yang tidak banyak diketahui orang banyak.


Rina Wulansari
41182037090013
Ilmu Komunikasi
Semester 4

0 comments:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More