Rabu, 06 Juli 2011

Takdir

Tepat pada September 2006 kakaku menikah dengan gadis minang yang di pacarinya lebih dari 5 tahun. Awalnya penikahan mereka tak direstui oleh sang ibu perempuan tapi atas kerja keras kakaku ibunya menyetujui mereka. Saat itu aku sedang duduk di kelas 2 SMEA. 01 November 2007 kakak iparku melahirkan seorang putra bernama Ahmad Fauzi Efendi dengan wajah yang tajam seperti ibunya suku Riau dan hidungnya yan mancung seperti ayahnya yang bersuku Padang. Kelahiran ahmad sangat din anti oleh keluarga besar kami. Merupakan cucu pertama dari ibuku dan keponakan pertama bagiku. Tentunya akan di sayangi sepenuh hati
Ketika bulan puasa 2010 kak uji mengandung, aku sangat senang mendengarnya, akan mempunyai keponakan lagi.
“ahmad mw pnuya dede yah?” tanyaku pada ahmad
“iya donk ante, panggil abang jangan ahmad” menjawab dengan polos.
“iya deh, abang ahmad yah” aku pun menurut dengannya.
Namun takdir mengatakan berbeda, tepat pada kandungan berumur 2 bulan, kak uji mengalami pendarahan dan mengakibatkan janinnya tidak dapat di tolong lagi. Karena faktor kelelahan dan mungkin rahimnya tidak kuat dengan penyakit maag kronisnya. Padahal kami sekeluarga sudah senang sekali akan datang keluarga baru. Yang aku sedihkan ahmad tidak jadi memiliki seorang adik yang dia inginkan menjadi seorang abang.
Pada 01 November 2010, Achmad berulang tahun umur yang ke – 3. Kami mengadakan pesta kecil-kecil di rumah ku. Sang ibu bersikeras ingin membuat pesta di rumah tetapi sang ayah tidak mau mengadakan acara seperti itu. Akhirnya mengadakan acara kecil hanya keluarga kami saja. Aku membelikan sebuah kue tar blackforest dengan hiasan cream putih dan buah cery di atasnya, juga berdiri di atas kue itu angka 3. Achmad pun sangat senang karena baru pertama kalinya ia merayakan ulang tahun dengan lilin angka 3.
Aku pun memberikan selamat kepada amad “selamat ulang taun amad”ujarku
“makasih ante” jawabnya dengan bahasa yang kurang jelas untuk anak yang belajar bicara seumurnya. Aku di sebut ante dalam bahasa minang yang artinya tante .
Dengan berulang-ulang ia meniupkan lilin tersebut. Aku pun mengabadikan foto keluarga kecil tersebut. Kelak di masa depan nanti akan menjadi sebuah kenangan. Saat itu kak uji (nama kakak iparku) menginap di rumahku untuk beberapa hari. Ia sedang sakit dan sedang dalam pengobatan. Kak uji itu sebutan ku namanya Fauziah berumur 26 tahun berdarah Minang dan Riau. Tingginya sekitar 155cm dan berat 40kg. memang kelihatan kurus sekali dengan berat 40kg untuk seumur dia. Dia mempunyai wajah yang sangat cantik, hidungnya sangat mancung dengan bentuk wajah yang tajam. 1 tahun belakangan ini dia mempunyai masalah dengan kesehatan terutama perutnya. Dia memiliki maag kronis, bila telat makan maka perutnya akan sakit terasa melilit.
Kakaku berusaha keras untuk menyembuhkan penyakitnya kesana kemari dengan tanggapan dokter yang berbeda-beda. Hamper setiap malam dia mengeluh kesakitan dan merasa badannya menggigil. Menurut dokter ada yang mengatakan terkena sakit maag namun sudah di berikan obat tidak kunjung sembuh juga. Sampai badanya kurus sekali Nampak tulangnya. Dengan giat pergi berobat ke sana kesini namun nihil. Terkadang pergi ke tempat orang pintar dan mendapat jawaban yang berbeda. Orang pintar itu mengatakan “sepertinya ada yang tidak senang dengan uji”
Namun, keluarga kami tidak sepenuhnya percaya dengan perkataan tersebut. Kami masih percaya allah pasti memberikan jalan keluarnya. Mereka membeli rumah dekat dengan rumahku tapi tidak ada yang mengurusinya maka di alihkan ke abangnya uji. Kakaku pun hijrah ke rumahku dan ke rumah kak uji. Saat itu ahmad kurang dapat perhatian penuh dari sang ibu di karenakan sakit, ahmadpun yang merawatnya ibuku dan ibu kak uji. Apabila kakaku pergi berobat, ahmad di titipkan di rumahku. Aku pun menemani dia bermain.
Aku pun bertanya “ahmad, bunda kemana?”
“bunda berobat ante, bunda lagi sakit” dengan nada pelan.
“ahmad sayang bunda kan? Doain bunda ya biar cepat sembuh”
“ia donk ante” dengan mengangkat kedua tangannya, seolah-olah sedang berdoa.
Keesokan harinya aku mendengar berita kak uji dirawat di Rumah Sakit Cikarang. Aku pun menjenguk dengan ibuku, kini badannya lebih kurus dengan wajah lesu dan pucat sedang berbaring di tempat tidur. Namun ia masih bisa tersenyum mungkin ingin membuat keluarganya tidak sedih. Akupun mengajak ahmad bermain agar tidak berisik di dalam kamar pasien. Hampir seminggu dia di rawat. Namun hanya ada perubahan sedikit. Maagna tidak terlalu sakit di bandingkan dahulu. Tetapi bila kambuh di malam hari sakitnya melilit sampai panas dingin. Setiap harinya dia membantu kakaku berdagang namun sekarang tidak kuat hanya istirahat di rumah.

Ibu kak uji datang kerumahku ingin melihat keadaan anaknya. Kadang ia menangis dan berbicara dengan ibuku melihat kondisi anaknya yang sedang lemah. Orangtua mana yang tega melihat anaknya sakit. Namun kami sedang berusaha mencari jalan keluar agar kak uji dapat sehat seperti dulu kala. Akhirnya pada Desember 2010 memutuskan kak uji, ibunya dan ahmad akan berangkat ke Padang untuk berobat alternatif disana, kakaku tidak ikut karena harus mengurus usahanya di sini. Kakaku pun menyusulnya ke Padang ingin menemani sang istri.
09 Februari 2011 pukul 14.00, aku sedang di rumah nonton televisi. Ibuku pulang menangis
“kenapa bu?” tanyaku
“semua udah terlambat, dia udah pergi”ibuku menjawab sambil terisak-isak
“emangnya ada apa bu?”tanyaku penasaran
“kak uji udah ngga ada” air matanya tumpah
Aku tertegun mencerna kalimat-kalimat tersebut, tatapan mataku kosong dan air mataku mulai berderai. Aku tak bisa berkata apa-apa, kak uji telah di panggil oleh yang maha kuasa meninggalkan suami dan seorang putra yang masih berumur 3 tahun. Tak menyangka akan terjadi seperti ini. Kadang masih bertanya apakah ini benar terjadi atau hanya mimpi? Yang ku ingin kan ini hanya mimpi dan aku akan terbangun dari mimpi buruk ini. Takdir mati, jodoh, dan rezeki di tangan allah. Aku tak menyangka secepat ini, atau mungkin ini memang jalan terbaik dan dapat menangkannya di alam sana. Setelah mendengan berita itu ibuku memesan tiket untuk ke Padang, aku tidak ikut karena harus kuliah.
Sebelumnya memang kak uji mengalami koma dan di panggil allah. Sebenarnya berobat di Padang sudah menemukan penyakit yang dia derita bertahun belakangan ini. Yaitu ada lendir di dalam paru-parunya yang dia alami menggigil. Namun sudah telambat dan tidak bisa tertolong lagi.
Malam hari aku menelpon kakaku yang sedang berduka di Padang, aku di telpon hanya bias menangis terisak-isak tidak bias bicara. Namun kakaku masih bias tegar dan bersabar
“udah tawakal aja rita, memang ini jalan allah. Dan pasti yang terbaik untuk almarhum”ujarnya dengan nada tenang.

Semalaman aku menangis terisak-isak tidak dapat berhenti. Membayangkan semua kenangan yang lalu dan membayangkan Ahmad bagaimana masa depan dia nanti. Mungkin sekarang dia belum mengerti apa kata meninggal itu apa tetapi pasti sudah besar nanti merindukan sosok seorang ibu.
Setelah 7 hari semua keluarga ku kembali ke bekasi. Masih berbalut dengan duka dan masih merasa kehilangan dengan sosok kak uji. Almarhum di makam kan di Padang dekat pantai. Banyak cerita yang ku dengar, tingkah laku ahmad yang belum mengerti meninggal itu apa. Saat ku berkunjung kerumah ibu kak uji, beliau bercerita sambil menangis
“gimana lagi rita, udah takdir. Anak perempuan satu-satunya udah ngga ada. Kasian si ahmad ngga punya seorang ibu lagi” sambil menangis
Sejenak ibu almarhum bercerita tentang ketika dia masih hidup, dia merupakan anak perempuan satu-satunya dari 5 bersaudara. Semua saudara kandungnya laki-laki, dia anak ke 4, wajar sekali ibunya sangat kehilangan sekali. Tak ada lagi anak perempuannya lagi di dunia ini. Kadang sang ibu bercerita ke padaku tentang penyakitnya yang sudah di idapnya selama masa gadis.
“kak uji itu, orangnya malas sekali makan. Dia hanya ingin mengemil tanpa memakan nasi. sehari-harinya yang di makan mie instan dan bakso terus. Bagaimana tidak sakit, apabila sudah makan itu dengan sambal yang banyak. Ibu sudah melarangnya tapi tak di dengarnya.” cetusnya
Aku hanya mendengarkan ibu kak uji bercerita dengan panjang lebar.
“siapa yang tau takdir, sekarang ahmad jadi anak yatim. Baru umur 3 tahun sudah di tinggal ibunya. Kasihan sekali amad” sambil mengelus kepala amhad yang sedang tidur.

Terkadang aku berbicara dengan ahmad apabila sedang berdua di rumah.
“ahmad, bunda mana?tanyaku
“bunda udah di surga ante, pergi jauh banget ngga pulang-pulang lagi”jawabnya polos
“ahmad sedih ngga?” tanyaku
“sedih donk, kangen ahmad ma bunda” jawabnya sedih
“jangan sedih kan ada ante, ayah, oma, nenek, opa” jawabku memeluknya
ahmad pun mengangguk
“bunda kan di kubur di padang, dekat pantai” dia bercerita.
Aku merasa sedih sekali mendengar perkataannya, semenjak saat itu aku bertekad akan menyanyangi ahmad sepenuhnya dan melindunginya. Membesarkannya menjadi seorang yang tegar dan kuat. Kakaku sekarang sangat teliti dengan kesehatan.
Percakapan di teras rumah. Aku memperlihatkan foto saat ahmad ulang tahun yang ke 3
“kadang abang kangen banget ta ma kak uji” keluhnya
Aku hanya bias menjadi pendengarnya tidak bias berkata apa-apa
“makanya tuh ta, jangan makan sembarangan. Seperti almarhum makannya bakso dan mie terus. Ngga baik itu” nasihatnya padaku
“jaga kesehatan bener-bener”lanjutnya
Setelah 5 bulan kepergiannya, keadaan keluarga kami mulai bisa menerima takdir. Mungkin ini memang jalan terbaik untuk dia. Kami sekeluarga hanya bisa berdoa untuk kak uji di alam sana. Dan tentunya ada hikmah di balik semua ini. Dan lebih menjaga makanan dan tetap sehat.
Pesannya dari cerita ini, semoga kita menghargai hidup apalagi untuk hidup pola sehat. Khususnya untuk para wanita yang gemar memakan yang tak bergizi dan suka dengan selera pedas. Walaupun kini keadaan kita sehat-sehat saja. Tapi di kemudian hari pasti berdampak yang tidak baik untuk kesehatan.

0 comments:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More